Review Of Demokrasi Menghendaki Pergantian Penguasa Dengan Cara Ideas. Seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugerahnya. Aksi demonstrasi di negeri ini dianggap sebagai salah satu refleksi dari proses demokrasi karena demokrasi menghendaki adanya partisipasi masyarakat untuk dan Penguasa Redaksi Indonesia Jernih, Tajam, Mencerahkan from enggak bertentangan dengan kebebasan, melainkan lebih lagi membebaskan individu berpokok keterikatannya, karena ketidaktahuan dan kekeliruan pengertian bahwa kemandirian. Pada dasarnya penggolongan demokrasi dapat dibedakan menurut dua cara yaitu cara penggunaan kekuasaan yang dimiliki rakyat dan menurut falsafah atau landasan moral. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang berintikan sila keempat Pancasila Adalah Demokrasi Yang Berintikan Sila Keempat demonstrasi di negeri ini dianggap sebagai salah satu refleksi dari proses demokrasi karena demokrasi menghendaki adanya partisipasi masyarakat untuk mengawal. Syariat enggak bertentangan dengan kebebasan, melainkan lebih lagi membebaskan individu berpokok keterikatannya, karena ketidaktahuan dan kekeliruan pengertian bahwa kemandirian. Termasuk juga dalam demokrasi ini, Hak Yang Melekat Pada Hakekat Dan Keberadaan Manusia Sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa Dan Merupakan sebagai wakil rakyat menciptakan politik hukum yang memihak kepada. Demokrasi menghendaki pergantian penguasa dengan cara. Pada dasarnya penggolongan demokrasi dapat dibedakan menurut dua cara yaitu cara penggunaan kekuasaan yang dimiliki rakyat dan menurut falsafah atau landasan Hukum Dilakukan Melalui Proses Nomokrasi Dan Demokrasi umum penjelasan semoga membantuiklaniklanpertanyaan baru ppknapa bila kepala sekolah tidak melaksanakan tanggung jawab yasebagai sebuah dasar negara, pancasila. Play this game to review social studies. Secara etimologi isitlah demokrasi yang berasal dari bahasa yunani terbentuk dari dua kata, yaitu demos artinya rakyat dan kratos, kratein, krachten artinya kekuatan Memerintah Yang Berdasarkan Demokrasi, Gubernur Memegang Tampuk Di Daerah Tingkat I, Segala Urusan Yang Dilakukan Oleh Negara Dalam Menyelenggarakan merupakan sebagai pemerintahan oleh rakyat, khususnya, oleh mayoritas, pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh. Untuk mencegah pembajakan demokrasi oleh praktik suap, kolusi dan nepotisme kkn melalui dinasti politik tak cukup hanya mengandalkan uu pilkada sebagai payung.
Namun oposisi Suriah secara garis besar ada tiga kelompok, yaitu (1) yang menghendaki perubahan rezim secara demokratis dan anti kekerasan, antara lain National Coordination Body for Democratic Change, (2) Kelompok-kelompok jihad yang berafiliasi dengan Al Qaida, yang kemudian satu sama lain saling berseteru, dua yang terbesar adalah Jabhah Al
PENDEKATAN TEORITIS MENGENAI DEMOKRASISecara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yakni “Demos” dan “Kratos”. Demos artinya rakyat, sedangkan Kratos artinya pemerintahan. Sehingga demokrasi secara sederhana diartikan sebagai pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi memberikan kesempatan penuh kepada rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam proses perumusan, pengembangan, dan penetapan undang-undang, baik melalui mekanisme perwakilan ataupun secara pakar yang mencoba mendefiniskan demokrasi. John L. Esposito mendefinisikan demokrasi sebagai sebuah kekuasaan yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Oleh sebab itu, rakyat berhak untuk berpartisipasi, serta terlibat secara aktif untuk mengontrol kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, demokrasi menghargai pemisahan kekuasaan dalam sebuah pemerintahan, yakni adanya unsur eksekutif, legislatif, serta yudikatif Trias Politika.Robert Dahl mendefinisikan demokrasi sebagai sebuah interaksi sosial yang dikonstruksikan melalui sikap keterbukaan inklusivitas, partisipasi publik dalam Pemilu, dan eksistensi lembaga-lembaga demokrasi yang mampu menjembatani berbagai perbedaan atau pluralitas di masyarakat melalui kebijakan-kebijakan publik yang Lijphart mendefinisikan demokrasi sebagai sebuah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sebuah sistem politik dan bentuk pemerintahan yang ditujukan untuk mengakomodasi keinginan rakyat. Pemerintah yang berlandaskan pada prinsip demokrasi harus menyelenggarakan pemerintahan dengan berpedoman kepada aspirasi dan kebutuhan sebagai sebuah sistem pemerintahan yang lazim dipahami sebagai sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Menurut International Institute for Democracy and Electoral Assistance IDEA, ada dua faktor utama dalam demokrasi yakni popular control atau kendali dari rakyat dan political equality atau kesetaraan politik. Artinya, bagaimana kendali yang dipegang oleh rakyat tersebut dijalankan dengan kesetaraan politik. Kesetaraan politik meliputi hak untuk memilih dan P. Huntington menilai bahwa demokrasi sebagai sebuah bentuk pemerintahan dapat ditelaah melalui tiga pendekatan utama, yakni 1 sebagai sumber dari otoritas pemerintah, 2 sebagai sebuah tujuan ends yang hendak dicapai oleh pemerintah, serta 3 sebagai sebuah prosedur untuk membentuk suatu terkadang diterapkan secara berbeda oleh negara-negara di dunia. Amerika Serikat misalnya, menyebut demokrasi mereka sebagai demokrasi liberal. Tiongkok menyebut demokrasi yang mereka jalankan sebagai demokrasi sosialis. Indonesia sendiri menyebut demokrasi yang dijalankan sebagai demokrasi Pancasila, sebuah model demokrasi yang berlandaskan pada lima sila Pancasila. Meskipun diterjemahkan secara berbeda-beda, demokrasi memiliki prinsip-prinsip utama yang harus dipenuhi dalam praktik yang dijalankan oleh sebuah negara. Prinsip-prinsip tersebut lazim disebut sebagai the Universal Principles of Democracy, yakni; kedaulatan berada di tangan rakyat; persamaan di depan hukum the equality before the law; kebebasan freedom of speech, freedom of religion, freedom from fear, freedom from discrimination, etc; kekuasaan mayoritas; penghormatan terhadap perbedaan dan keberagaman; penghormatan terhadap hak-hak minoritas; jaminan terhadap hak asasi manusia; pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil; peradilan yang adil dan tidak memihak; pembatasan kekuasaan pemerintah secara konstitusional; adanya toleransi, kerja sama, dan musyawarah memiliki dua asas pokok. Pertama, pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Contohnya adalah diselenggarakannya Pemilu untuk memilih wakil-wakil rakyat di legislatif dan pemerintahan. Kedua, pengakuan akan hakikat dan martabat manusia. Contohnya adalah perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak-hak kaum DEMOKRASI DI INDONESIADemokrasi merupakan sistem politik yang dipilih oleh para pendiri bangsa founding fathers pada saat kemerdekaan. Namun demikian, gagasan mengenai demokrasi telah muncul sejak masa pergerakan atau revolusi fisik, yang kemudian terkristalisasi sebagai suatu komitmen dan keinginan bersama. Di dalam konstitusi, yakni UUD NRI 1945, tidak disebutkan secara eksplisit bahwa Indonesia menganut demokrasi sebagai sebuah sistem politik atau bentuk pemerintahan. Namun demikian, apabila merujuk beberapa pasal, khususnya Pasal 28 UUD NRI 1945, sangat jelas bahwa Indonesia menganut demokrasi. Praktik penyelenggaraan Pemilu yang dilaksanakan secara langsung, mekanisme pengambilan keputusan yang berdasarkan musyawarah mufakat, serta adanya regulasi yang menjamin hak dan kewajiban politik rakyat, merupakan sebuah refleksi nyata bahwa Indonesia menganut yang dianut oleh Indonesia secara mendetil sebagai berikut;Pertama, Demokrasi Pancasila. Yakni demokrasi yang digali dan bersumber dari nilai-nilai luhur Pancasila, meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan. Inilah yang membedakan demokrasi Indonesia dengan demokrasi yang dijalankan oleh negara Demokrasi Konstitusional. Yakni kedaulatan rakyat yang dijalankan dengan berlandaskan pada konstitusi UUD NRI 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam bingkai negara hukum Rechstaat.Ketiga, Demokrasi Perwakilan. Indonesia adalah negara yang sangat besar ukuran geografis dan demografisnya. Agar keterbatasan tersebut dapat dijembatani, maka demokrasi yang dijalankan adalah demokrasi perwakilan, yakni rakyat memilih secara langsung wakil-wakil mereka yang akan duduk di pemerintahan dan parlemen melalui mekanisme Pemilu. Secara historis, penerapan demokrasi di Indonesia mengalami beberapa pembabakan atau periodisasi seiring dengan pergantian kekuasaan atau pemerintahan, yakni Demokrasi Parlementer atau Demokrasi Liberal 1950-1959; Demokrasi Terpimpin 1959-1966; Demokrasi Pancasila 1966-1998; Demokrasi Era Reformasi 1998-kini.Demokrasi Parlementer atau Demokrasi Liberal di Indonesia berlangsung dalam rentang waktu 1950-1959. Demokrasi model ini dicirikan dengan kekuasaan politik yang sangat besar yang berada pada parlemen; sistem multipartai; pengawasan yang ketat dari parlemen terhadap pemerintah; kabinet pemerintahan koalisi yang tidak stabil dan kerap berganti; kebebasan berserikat dan berkumpul yang terjamin dengan bebas. Pada masa penerapan demokrasi parlementer atau liberal ini, terjadi banyak instabilitas politik dan pemberontakan di berbagai daerah. Demokrasi ini pada akhirnya berakhir setelah dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli Terpimpin 1959-1966. Pada saat model ini diterapkan, terjadi berbagai implikasi dalam pemerintahan, yakni; lemahnya sistem kepartaian karena kekuasaan presiden yang besar; mekanisme pengawasan yang lemah dari parlemen; tidak terselenggaranya Pemilu; sentralisasi kekuasaan di tangan presiden; kewenangan daerah yang terbatas; dibatasinya kebebasan pers dan pembredelan media masa. Demokrasi model ini akhirnya berakhir setelah Presiden Soekarno lengser dari kekuasaan digantikan oleh Presiden Pancasila Era Orde Baru 1966-1998. Demokrasi model ini memiliki beberapa karakteristik, yakni; kekuasaan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangat tinggi; partai politik dibatasi jumlah dan peran politiknya; Pemilu diselenggarakan secara teratur setiap lima tahun sekali; tidak ada pergantian kekuasaan politik pada jabatan presiden; rekrutmen politik bersifat tertutup; peran militer yang sangat kuat; serta kebebasan pers yang Pancasila di era orde baru membawa beberapa konsekuensi; pertama; di akhir orde baru, perekonomian menjadi kacau, harga BBM dan kebutuhan pokok melambung; kedua; pemerintahan mandek karena sebagian besar menteri mengundurkan diri, ketiga; Soeharto akhirnya mengundurkan diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998 yang menandai berakhirnya demokrasi model ini, serta jatuhnya orde Pancasila Era Reformasi 1998-kini. Disebut sebagai demokrasi Pancasila karena pelaksanaan demokrasi pada era ini berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang diterapkan secara murni dan konsekuen, bukan Pancasila yang diselewengkan seperti pada masa orde baru. Demokrasi pada era reformasi dicirikan dengan; sistem presidensial; parlemen yang terdiri dari banyak partai; sistem pemilihan langsung untuk presiden dan kepala daerah; lembaga perwakilan dibagi menjadi DPR RI dan DPD RI; desentralisasi kekuasaan dengan model otonomi daerah; jaminan terhadap kebebasan pers; serta eksistensi komisi-komisi independen seperti KPK, dan mengenai demokrasi Indonesia saat ini juga muncul dari para pemerhati demokrasi internasional seperti Larry Diamond dalam artikelnya berjudul “Indonesia’s Place in Global Democracy” dalam buku yang berjudul “Problems of Democratization in Indonesia Elections, Institutions, and Society”. Beberapa pandangannya mengenai demokrasi Indonesia antara lain sebagai berikut;1. Demokrasi di Indonesia pada era reformasi cenderung berkembang yang ditandai dengan pelaksanaan Pemilu secara langsung, bebas, dan adil, serta jaminan terhadap kebebasan pers dan kebebasan warga negara untuk berserikat dan berkumpul;2. Dalam rentang 1998 hingga 2009, Indonesia adalah negara yang secara relatif bebas, tangguh, dan stabil dalam menyelenggarakan demokrasi;3. Demokrasi yang berjalan di Indonesia telah mendorong berbagai kemajuan dalam pemerintahan dan kehidupan sosial dan ekonomi;4. Penerapan demokrasi di Indonesia mendapatkan dukungan luas dari rakyat, sehingga demokrasi di Indonesia cenderung lebih berdaya tahan jika dibandingkan dengan negara lain;5. Pihak-pihak yang bertikai, dalam konteks negara demokrasi, sepakat untuk tidak menggunakan kekerasan, melainkan melalui proses yang konstitusional;6. Konsolidasi demokrasi yang terjadi dicirikan oleh konsolidasi berbagai lembaga demokrasi seperti kelompok masyarakat sipil peduli demokrasi, termasuk di dalamnya partai memetakan penerapan demokrasi di Indonesia, pemerintah pasca orde baru merumuskan sebuah alat ukur untuk menilai kualitas dari penerapan demokrasi yang dinamakan sebagai Indeks Demokrasi Indonesia IDI. Pengukuran IDI ini telah dimulai sejak 2009 dengan menelaah tiga aspek utama, yakni; 2 Hak-hak politik warga negara; serta 3 Institusi demokrasi. Dari skor IDI, terlihat jelas bahwa demokrasi di Indonesia mengalami kemajuan, khususnya sejak 2014 yang mana skor IDI sudah melampaui 70. Berikut skor IDI sejak 2009 hingga 2018;Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018IDI 67,3 63,17 65,48 62,63 63,72 73,04 72,82 70,09 72,11 72,39Tabel 1 Perkembangan IDI Nasional 2009-2018Tahun Kebebasan Sipil Hak-Hak Politik Lembaga DemokrasiTabel 2 Perkembangan Indeks Aspek IDI Nasional 2009-2018DEMOKRASI DAN PEMILIHAN UMUM PILEG, PILPRES, PILKADAProf. Ramlan Surbakti menyatakan bahwa Pemilu tidak bisa dilepaskan dari konsep demokrasi. Pada prinsipnya, Pemilu adalah salah satu instrumen paling penting dalam penerapan prinsip demokrasi di suatu negara. Pemilu menjadi instrumen kunci dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat. Melalui Pemilu, rakyat memiliki saluran terlegitimasi untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di parlemen dan pemerintahan. Melalui Pemilu, prinsip-prinsip utama demokrasi seperti kedaulatan di tangan rakyat, persamaan di depan hukum, penghargaan terhadap hak asasi manusia, penghargaan terhadap perbedaan dan keberagaman, toleransi, dapat ketiga konstitusi pada 2001 telah mengubah wajah Pemilu di Indonesia. Pilkada dan Pilpres tidak lagi diselenggarakan melalui mekanisme representatif, yakni kepala daerah yang dipilih oleh DPRD atau presiden dan wakil presiden yang dipilih oleh MPR RI, melainkan dipilih langsung oleh rakyat. Pilkada dan Pilpres yang digelar secara langsung ini menimbulkan dual legitimasi’, yakni parlemen dan eksekutif yang sama-sama dipilih secara langsung oleh rakyat. Sisi positifnya adalah kedaulatan rakyat menjadi dasar pelaksanaan Pilkada dan Pilpres secara langsung. Sisi negatifnya adalah eksekutif daerah dan nasional yang kerap terbelenggu kebijakannya oleh kekuatan mayoritas di parlemen minor executive, major legislative - seperti era Presiden SBY pada 2004-2009.Kontestasi pemikiran mengenai mana mekanisme yang terbaik antara Pilpres/Pilkada secara langsung atau melalui parlemen sebenarnya dapat ditelaah melalui pendekatan demokrasi democracy based approach. Dalam sudut pandang teori demokrasi, Pilkada/Pilpres yang digelar secara langsung bukan berarti LEBIH BAIK dibandingkan dengan Pilkada/Pilpres melalui parlemen, akan tetapi mekanisme langsung menghasilkan PEMIMPIN YANG LEBIH MEMILIKI LEGITIMASI karena dipilih secara langsung oleh rakyat. Kembali lagi pada konsepsi demokrasi, maka Pemilu seyogianya menjadi instrumen untuk menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk Pilpres dan Pilkada secara langsung memiliki beberapa implikasi negatif seperti;1. Politik berbiaya tinggi high cost politics;2. Calon terpilih cenderung melakukan korupsi atau penyimpangan pada saat menjabat demi mengembalikan biaya politik pada saat kandidasi;3. Polarisasi dan kesenjangan sosial di masyarakat sebagai akibat perbedaan pendapat dan pilihan politik yang dijalankan secara irasional dan berbasis primordialisme / SARA;4. Maraknya ujaran kebencian dan kampanye hitam;5. Maraknya politik uang money politics untuk mendapatkan suara rakyat;6. Munculnya fenomena simpatisan, yakni aktor-aktor yang mendukung para calon, tapi tidak berafiliasi secara resmi dengan partai politik. Simpatisan ini pada dasarnya merupakan fenomena yang buruk bagi demokrasi karena mereka mendukung calon tertentu dengan tujuan memburu kepentingan pribadi, tapi sukar dimintai tanggung jawabnya secara politik karena tidak terdaftar secara formal keanggotaannya pada partai yang mempengaruhi munculnya berbagai ekses negatif dalam Pemilu langsung, khususnya perbedaan pendapat, polarisasi sosial yang begitu tajam di masyarakat, ujaran kebencian, sebagai berikut1. Strategi partai politik tertentu yang mengkomodifikasi isu SARA atau primordialisme untuk menyerang lawan politik. Partai politik dalam konteks demokrasi seyogianya berkompetisi dalam menjual solusi melalui visi dan misi para calon dalam Pemilu untuk berbagai permasalahan riil yang dihadapi oleh masyarakat. Reformasi partai Terbatasnya pilihan politik masyarakat. Tajamnya polarisasi di masyarakat pada Pilpres 2014 dan 2019 misalnya, secara legal formal disebabkan terbatasnya pilihan politik masyarakat karena hanya ada dua calon yang berkontestasi. Hal ini disebabkan karena adanya presidential threshold yang cukup tinggi yang menjadi persyaratan bagi partai politik atau koalisi partai politik untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Penghapusan ambang Minimnya literasi digital masyarakat. Polarisasi, ujaran kebencian, hoaks, dan kampanye hitam sangat marak menjelang Pilkada dan Pilpres karena ranah siber belum dikelola dengan baik. Pihak-pihak tertentu memanfaatkan celah dan kekurangan di ranah siber untuk menghancurkan sendi-sendi demokrasi dengan memecah belah masyarakat melalui isu-isu berbasis SARA. Penguatan literasi digital Kebijakan regulatif untuk menindak kejahatan pidana Pemilu. Ujaran kebencian, hoaks, kampanye hitam, serta upaya menciptakan segregasi masyarakat melalui isu-isu SARA pada dasarnya merupakan kejahatan pidana pada Pemilu. Oleh sebab itu, berbagai tindakan negatif tersebut harus direspons melalui pendekatan penegakan hukum oleh aparat negara penyelenggara dan pengawas Pemilu, serta aparat negara penegak hukum. Maraknya ekses negatif tersebut dalam setiap gelaran Pilkada atau Pilres disebabkan karena terjadinya pembiaran, tanpa tindakan penegakan hukum yang memadai. Penegakan Reformasi partai politik yang tidak sama cepat dengan perubahan struktural pemerintahan yang berbasis demokrasi. Indonesia sudah melakukan amandemen konstitusi sebanyak 4 kali pada 1999, 2000, 2001, dan 2002. Terjadi pembludakan partai politik dari tiga partai politik pada era orde baru menjadi puluhan partai politik di era reformasi. Pembludakan yang berarti peningkatan kuantitas ini tidak sejalan dengan peningkatan kualitas. Partai politik masih harus menempuh jalan panjang untuk meningkatkan kualitasnya dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi politik yang dijalankan, meliputi rekrutmen politik, pendidikan dan kaderisasi politik, demokratisasi pencalonan dalam Pemilu, sosialisasi politik, serta komunikasi politik. Reformasi struktural dan kultural partai perwakilan yang diwujudkan melalui Pilpres dan Pilkada secara langsung memiliki sisi positif yakni eksekutif yang memiliki legitimasi yang lebih tinggi, dan munculnya calon-calon alternatif yang notabene bukan pengurus utama partai politik. Namun di sisi lain, Pilkada secara langsung juga memunculkan fenomena negatif, yakni masih banyaknya kepala daerah terpilih yang terjerat kasus korupsi. Menurut data Indonesia Corruption Watch ICW, sejak 2004 hingga 2018, terdapat sedikitnya 104 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Kasus tertinggi terjadi pada 2018, yakni 29 kepala daerah, disusul tahun 2014 dengan total 14 kasus yang ditangani. Menyikapi kondisi ini, ada beberapa strategi yang disarankan untuk dijalankan, sebagai berikut1. Demokratisasi pencalonan kandidat oleh partai politik. Partai politik disarankan menjalankan seleksi kandidat secara demokratis dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi serta berpijak pada kompetensi dan integritas dalam pemilihan kandidat;2. Mekanisme konvensi dalam pemilihan calon yang akan maju dalam Pilkada. Dengan mekanisme konvensi, partai politik dapat menakar preferensi masyarakat terhadap calon yang diajukan. Calon yang memiliki elektabilitas yang tinggi dan disukai oleh masyarakat cenderung memiliki kemungkinan yang besar untuk menang dalam Pilkada. Dengan demikian, ongkos politik yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi dan meminimalisasi terjadi praktik politik uang dalam mendulang suara masyarakat.
Tanpasikap hidup demokratis dan berpegang pada nilai-nilai demokrasi maka demokrasi yang di perjuangkan justru mengundang timbulnya anarki dan kerusuhan. Setelah pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu Presiden tahun 2004, bangsa Indonesia memulai penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan.
ArticlePDF AvailableAbstractAbstrak Demokrasi dan keadilan di Indonesia merupakan keniscayaan yang telah di Undang Undangkan. Maka, pelaksanaan dari demokrasi dan keadilan di Indonesia harus memberikan kebermanfaatan yang besar. Dalam kebermanfaatan tersebut akan membawa dampak yang baik terhadap legitimasi dari penguasa atau pemerintahan dalam hal birokrasi. Permasalahan yang terjadi yaitu pemerintah dalam hal kekuasaan birokrasi haruslah memanfaatkan aspek demokrasi dan keadilan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dengan memperhatikan rasionalitas sehingga legitimasinya terjaga. Demokrasi dan keadilan merupakan aspek yang dekat dengan rakyat sehingga hasil yang diharapkan dari demokrasi haruslah sesuai dengan hati nurani rakyat. Namun, sebaliknya dengan yang diharapkan, bahwa legitimasi yang seharusnya dijaga oleh pemerintah tidak dimanfaatkan dengan baik, karena aspek demokrasi dan keadilan yang justru dekat dengan rakyat seperti tidak menunjukkan eksistensinya. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan mencoba mengulas terkait hubungan ketiganya yaitu antara demokrasi, keadilan, serta paham utilitarianisme dengan fakta-fakta yang didukung informasi dari media yang tersedia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik deskriptif dan pengambilan data melalui literatur kepustakaan dan informasi atau berita dari media yang tersedia sehingga analisis dari peneliti dapat memberikan gambaran mengenai hubungan ketiganya. Abstract Democracy and justice in Indonesia is a necessity that has been enacted. Thus, the implementation of democracy and justice in Indonesia must provide great benefits. In this usefulness, it will have a good impact on the legitimacy of the authorities or government in terms of bureaucracy. The problem that occurs is that the government in terms of bureaucratic power must take advantage of aspects of democracy and justice to provide the maximum benefit by paying attention to rationality so that legitimacy is maintained. Democracy and justice are aspects that are close to the people so that the expected results of democracy must be in accordance with the conscience of the people. However, contrary to what is expected, the legitimacy that should be maintained by the government is not used properly, because the aspects of democracy and justice which are close to the people do not seem to show their existence. Therefore, in this article, we will try to review the relationship between the three, namely between democracy, justice, and utilitarianism with facts that are supported by information from the available media. This study uses a qualitative approach with descriptive techniques and data collection through literature and information or news from available media so that the analysis of the researchers can provide an overview of the relationship between the three. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 1 DEMOKRASI, KEADILAN, DAN UTILITARIANISME DALAM UPAYA LEGITIMASI KEKUASAAN BIROKRASI Heldi1, Abdil Raulaelika Fauzan2, Akshal Heldiansyah Ripdia3, Asyifa Zahra4. UIN Sunan Gunung Djati Bandung1,2,3,4 Email heldi bdilrfauzan asyifazahra555 aksalrifdiawan071 Abstrak Demokrasi dan keadilan di Indonesia merupakan keniscayaan yang telah di Undang Undangkan. Maka, pelaksanaan dari demokrasi dan keadilan di Indonesia harus memberikan kebermanfaatan yang besar. Dalam kebermanfaatan tersebut akan membawa dampak yang baik terhadap legitimasi dari penguasa atau pemerintahan dalam hal birokrasi. Permasalahan yang terjadi yaitu pemerintah dalam hal kekuasaan birokrasi haruslah memanfaatkan aspek demokrasi dan keadilan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dengan memperhatikan rasionalitas sehingga legitimasinya terjaga. Demokrasi dan keadilan merupakan aspek yang dekat dengan rakyat sehingga hasil yang diharapkan dari demokrasi haruslah sesuai dengan hati nurani rakyat. Namun, sebaliknya dengan yang diharapkan, bahwa legitimasi yang seharusnya dijaga oleh pemerintah tidak dimanfaatkan dengan baik, karena aspek demokrasi dan keadilan yang justru dekat dengan rakyat seperti tidak menunjukkan eksistensinya. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan mencoba mengulas terkait hubungan ketiganya yaitu antara demokrasi, keadilan, serta paham utilitarianisme dengan fakta-fakta yang didukung informasi dari media yang tersedia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik deskriptif dan pengambilan data melalui literatur kepustakaan dan informasi atau berita dari media yang tersedia sehingga analisis dari peneliti dapat memberikan gambaran mengenai hubungan ketiganya. Kata kunci Demokrasi, Keadilan, Utilitarianisme, legitimasi. Abstract Democracy and justice in Indonesia is a necessity that has been enacted. Thus, the implementation of democracy and justice in Indonesia must provide great benefits. In this usefulness, it will have a good impact on the legitimacy of the authorities or government in terms of bureaucracy. The problem that occurs is that the government in terms of bureaucratic power must take advantage of aspects of democracy and justice to provide the maximum benefit by paying attention to rationality so that legitimacy is maintained. Democracy and justice are aspects that are close to the people so that the expected results of democracy must be in accordance with the conscience of the people. However, contrary to what is expected, the legitimacy that should be maintained by the government is not used properly, because the aspects of democracy and justice which are close to the people do not seem to show their existence. Therefore, in this article, we will try to review the relationship between the three, namely between democracy, justice, and utilitarianism with facts that are supported by information from the available media. This study uses a qualitative approach with descriptive techniques and data collection through literature and information or news from available media so that the analysis of the researchers can provide an overview of the relationship between the three. Keywords Democracy, Justice, Utilitarianism, legitimacy. Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 2 A. PENDAHULUAN Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana warga negaranya memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka wijayanti, 2016. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Berbicara demokrasi tentunya perlu ditegakan sebuah keadilan pula, karena demokrasi tanpa keadilan merupakan suatu hal yang sia-sia. Keadilan mempunyai peranan penting dalam demokrasi dan pemerintahan. Dalam meletakkan mandatnya kepada pemerintah, rakyat memiliki keinginan untuk hidup secara bebas yang diwujudkan dalam demokrasi serta kecukupan kebutuhan yang diwujudkan dalam keadilan di bidang manapun. Kedua hal tersebut mempunyai suatu keterkaitan yang kuat, karenanya demokrasi dan keadilan menjadi suatu harapan setiap orang, sehingga legitimasi akan berjalan secara baik. Legitimasi adalah sebuah kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan dalam peradilan. Dapat juga diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan serta kebijakan yang diambil seorang pemimpin. Legitimasi diberikan sebelum kekuasaan itu dimiliki oleh pemerintah karena tidak mungkin melakukan suatu perintah tanpa memiliki sebuah kewenangan untuk memerintah itu sendiri. Dalam hal lain, pendekatan yang dilakukan untuk mengupayakan legitimasi melalui demokrasi dan keadilan harus diiringi dengan prinsip kebermanfaatan yang besar atau utilitarianisme. Paham ini menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang harus berlandaskan kepada utility atau kegunaan setelah kegiatan tersebut dilakukan. Pemerintah selaku penanggung jawab negara harus berorientasi kepada rakyat karena pemberian legitimasi dilakukan oleh rakyat, sehingga segala aktivitas pemerintah baik itu kebijakannya, pelayanannya, maupun pengelolaan yang lain harus ditunjukkan semata-mata demi memberikan manfaat kepada rakyatnya itu sendiri. Oleh karena itu, yang menjadi pokok permasalahan dan sekaligus untuk penguraian tujuan dari artikel ini yaitu apakah demokrasi serta keadilan sudah digunakan dengan menerapkan prinsip kebermanfaatan oleh pemerintah baik itu birokrat maupun aktor politik untuk menjalankan legitimasinya sebagai aspek yang mempunyai kekuasaan di dalam negara khususnya di Indonesia? B. KAJIAN PUSTAKA Tinjauan pustaka adalah peninjauan kembali literatur-literatur yang relevan atau terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan. Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Sujatmiko dalam Jurnal UIN Jakarta yang berjudul Demokrasi dan Keadilan Sebagai Legitimasi Suara Rakyat. Penelitian yang dilakukannya mencoba untuk memperhatikan aspek demokrasi serta keadilan sosial sebagai dasar utama dalam memperoleh suara rakyat dengan pandangan dan solusi secara umum tanpa menyertakan sebuah kasus atau fakta khusus yang diangkat sebagai dasar dalam mengambil kesimpulan secara umumnya. Perbedaan antara artikel yang dibuat oleh kami dan Sujatmiko yang berjudul Demokrasi dan Keadilan Sebagai Legitimasi Suara Rakyat adalah terletak pada paham yang melandasi pelaksanaan demokrasi dan keadilan, kami menggunakan paham utilitarianisme sebagai paham yang menyebutkan bahwa demokrasi dan keadilan harus menimbulkan aspek kebermanfaatan dengan mengangkat kasus atau fakta yang relevan dengan tema yang dibawakan. Sementara persamaannya yaitu mengangkat isu demokrasi dan Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 3 keadilan sebagai aspek mendasar dalam upaya legitimasi pemerintahan untuk menjalankan tugasnya. Demokrasi Demokrasi pemerintahan oleh rakyat semula dalam pemikiran yunani berarti bentuk politik dimana rakyat sendiri memiliki dan menjalankan seluruh kekuasaan politik. Secara garis besar demokrasi adalah sebuah sistem sosial politik modern yang paling baik dari sekian banyak sistem maupun ideologi yang ada dewasa ini habibi, 2018. Menurut pakar hukum tata negara Mahfud MD ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama hampir semua Negara didunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental, kedua demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertingginya. Secara etimologis demokrasi terdiri dari dua kata yunani demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan cratein atau cratos yang berarti kekuasaan dan kedaulatan. Gabungan dua kata demos certain demos cratos demokrasi memiliki arti suatu keadaan Negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada ditangan rakyat,kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat rakyat berkuasa pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Sedangkan pengertian demokrasi menurut istilah atau terminologi dapat dinyatakan oleh Joseph A. schemer yang mengatakan demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Dari pandangan dan pengertian tersebut maka demokrasi bisa diartikan dengan suatu keadaan Negara dimana dalam sistem pemerinthannya kedaulatan berada ditangan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Sebuah Negara sendiri dikatakan telah menerapkan sistem demokrasi, jika telah memenuhi ciri-ciri berikut ini ; i Memiliki perwakilan rakyat. ii Keputusan berlandaskan aspirasi dan kepentingan Warga Negara. iii Menerapkan ciri konstitusional. iv Menyelenggarakan pemilihan umum. v Terdapat sistem kepartaian. Dalam keberlangsungan suatu demokrasi tentunya memiliki sebuah tujuan yang secara umum, tujuan demokrasi adalah menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dengan konsep mengedepankan keadilan, kejujuran dan keterbukaan. Pada konsepnya, tujuan demokrasi dalam kehidupan bernegara juga meliputi kebebasan berpendapat dan kedaulatan rakyat. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa tujuan demokrasi secara umum ; i Kebebasan berpendapat. ii Menciptakan keamanan dan ketertiban. iii Mendorong masyarakat aktif dalam pemerintahan. iv Membatasi kekuasaan pemerintah. v Mencegah perselisihan ahmad, 2021. Demokrasi juga mempunyai prinsip-prinsip, diantara prinsip Demokrasi ialah; 1. Negara berdasarkan konstitusi. Konstitusi berfungsi membatasi wewenang penguasa atau pemerintah serta menjamin hak rakyat. Dengan demikian, penguasa atau pemerintah kemudian tidak akan bertindak sewenang-wenang kepada rakyatnya dan rakyat tidak akan bertindak anarki dalam menggunakan hak dan pemenuhan kewajibannya. 2. Jaminan perlindungan HAM. Perlindungan HAM merupakan salah satu prinsip negara demokrasi karena perlindungan terhadap HAM pada hakikatnya merupakan bagian dari pembangunan negara yang demokratis. 3. Kebebasan berpendapat dan berserikat. Setiap orang boleh berkumpul dan membentuk identitas dengan organisasi yang ia dirikan. Melalui organisasi tersebut setiap orang dapat memperjuangkan hak sekaligus memenuhi kewajibannya. 4. Pergantian kekuasaan berkala. Pergantian kekuasaan secara berkala bertujuan membatasi kekuasaan atau kewenangan penguasa. Pergantian kekuasaan secara Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 4 berkala dapat meminimalisasi penyelewengan dalam pemerintahan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pergantian seorang kepala negara atau kepala daerah dapat dilakukan dengan mekanisme pemilihan umum yang jujur dan adil. 5. Peradilan bebas dan memihak. Posisi netral sangat dibutuhkan untuk melihat masalah secara jernih dan tepat. Kejernihan pemahaman tersebut akan membantu hakim menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya Selanjutnya, hakim dapat mempertimbangkan keadaan yang ada dan menerapkan hukum dengan adil bagi pihak berperkara. 6. Penegakan hukum dan persamaan kedudukan. Persamaan kedudukan warga negara di depan hukum akan memunculkan wibawa hukum. Setiap Warga Negara di Depan Hukum Hukum merupakan instrumen untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah hukum tidak boleh berat sebelah atau pandang bulu. 7. Jaminan kebebasan Pers. Kebebasan pers merupakan salah satu pilar penting dalam prinsip-prinsip demokrasi. Pers yang bebas dapat menjadi media bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi serta memberikan kritikan dan masukan kepada pemerintah dalam pembuatan kebijakan publik Ahmad, 2021. Dari berbagai macam jenis demokrasi yang ada, Demokrasi Pancasila yang terpilih di terapkan di tanah air ini. Karena Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang bersumber pada nilai-nilai sosial budaya bangsa serta berasaskan musyawarah mufakat dengan memprioritaskan kepentingan seluruh masyarakat atau warga Negara seperti yang tercantum pada kelima sila Pancasila. Selain itu, Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila juga karena asas-asas Pancasila sangat berperan penting dalam aspek kehidupan masyarakat negara Indonesia Bilyam, 2021. Yang mana menjunjung tinggi nilai-nilai agama, rasa kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan. Hal tersebut diyakini bisa menjadi suatu fondasi untuk mencapai kemakmuran suatu negara. Keadilan Penelusuran terhadap asal usul katanya, keadilan berasal dari kata “adil” dari bahasa Arab al-adl, yang berarti lurus dalam jiwa, tidak dikalahkan oleh hawa nafsu, berhukum dengan kebenaran, tidak zalim, seimbang, setara dan sebagainya. Dalam bahasa Indonesia, keadilan adalah sifat tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran, sepatutnya dan tidak sewenang-wenang. Secara etimologis, keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Konsep keadilan sosial social justice berbeda dari ide keadilan hukum, keadilan politik, keadilan ekonomi, keadilan individual dan sebagainya. Tetapi konsep keadilan sosial tentu juga tidak hanya menyangkut persoalan moralitas dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda-beda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Namun, keseluruhan ide tentang keadilan itu pada akhirnya dapat dicakup oleh dan berujung pada ide keadilan sosial. Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. Adapun syarat yang harus dipenuhi terlaksananya keadilan sosial adalah sebagai berikut 1 Semua warga wajib bertindak, bersikap secara adil, karena keadilan sosial dapat tercapai apabila setiap individu bertindak dan mengembangkan sikap adil terhadap sesama; 2 Semua manusia berhak untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai manusiawi, maka berhak pula untuk menuntut dan mendapatkan segala sesuatu yang bersangkutan dengan kebutuhan hidupnya. Indonesia sendiri menganut sistem hukum yang kompleks sehingga penerjemahan dari tindakan yang dilakukan oleh pemerintah mempunyai pondasi yang tertulis maupun yang diyakini dan telah disepakati oleh sebagian kelompok sosial tertentu sehingga penempatan etika harus selalu ditinggikan. Dalam rangka keadilan sosial, penempatan kata tersebut telah tertuang jelas dalam dasar negara Indonesia yaitu Pancasila pada sila ke-5 yang berbunyi Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dan sekaligus merepresentasikan bahwa negara dan republik Indonesia siap mengusahakan kesejahteraan sosial warganya. Dasar negara tersebut juga harus mampu meresapi seluruh peraturan atau hukum yang berlaku di Indonesia, dimulai dari konstitusi yang paling tertinggi sampai ke tingkat selanjutnya. Yang paling pertama, bahwa Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, dalam UUD 1945 dijelaskan lagi lebih rinci pada pasal-pasal selanjutnya seperti pada pasal 27 ayat 2 mendapat penghidupan yang layak, pasal 28 A-J Hak asasi manusia, pasal 29 ayat 2 kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing, pasal 31 ayat 1-5 kewajiban pemerintah untuk menanggung pendidikan, pasal 33 ayat 3 penggunaan sumber daya yang ada untuk kemakmuran rakyat, dan pasal 34 ayat 1-3 penyediaan fasilitas negara untuk jaminan sosial, fakir miskin dan anak-anak terlantar, serta pelayanan kesehatan dan umum. Selanjutnya, penerjemahan pasal-pasal tersebut dilakukan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan Sosial dimana disini kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Utilitarianisme Utilitarianisme dikenal sebagai sebuah paham yang menentang sebuah proses yang berlangsung benar tanpa memperhatikan sebuah hasil yang dicapai. Pada paham ini, kemanfaatan sebagai tujuan utama dari proses hukum maupun penyelenggaraan keadilan lainnya. Aliran utilitarianisme pertama muncul di Inggris pada akhir abad kedelapan belas. Aliran ini menolak rasionalisme dengan memberikan argumentasinya bahwa sesuatu itu etis baik atau tidak etis atsu buruk, sangat tergantung bukan pada alasan yang digunakan tetapi kemampuan menghasilkan suatu kenikmatan, atau mengurangi kesengsaraan seseorang dalam proses hidup dan kehidupan manusia. Jeremy Bentham dalam tulisannya berjudul the Principles of morals and Legislation, berpendapat bahwa prinsip etis atau tidak etisnya suatu kegiatan tergantung kepada kecenderungan menghasilkan kebahagiaan, atau mengurangi kebahagiaan. Dengan kata lain, etika benar-benar peduli terhadap kebahagiaan setiap orang dalam proses hidup dan kehidupan. Mengikuti Jeremy Bentham, Jhon Stuart Mill 1863 dalam tulisan utilitarianism setuju bahwa suatu kegiatan dianggap baik secara etis tergantung kepada utility atau kegunaannya yaitu apakah kegiatan itu akan meningkatkan kebahagiaan atau kesenangan, dan dianggap buruk secara etis bila tidak mendatangkan kesenangan, akan tetapi ia akan lebih menekankan bahwa tidak hanya sekedar meningkatkan kebahagiaan atau mengurangi kesengsaraan bagi yang berkepentingan, tetapi lebih penting lagi menghasilkan kebahagiaan paling tinggi bagi setiap orang di muka bumi ini. Jadi dalam pandangan Mill, suatu kegiatan itu etis bila menghasilkan kebahagiaan yang lebih besar dan lebih luas lagi cakupannya. Untuk menghasilkan yang lebih besar ini diperlukan peningkatan efisiensi dengan kata lain, bila efisiensi telah memaksimalisasikan dalam suatu birokrasi maka menurut pandangan utilitarian, birokrasi tersebut telah bertindak etis. Legitimasi Kekuasaan Kekuasaan merupakan kewenangan yang didapatkan oleh seseorang yang atau kelompok untuk menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 6 diberikan. Kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan pelaku. Kekuasaan yaitu kemampuan untuk mengubah atau memberi pengaruh kepada pihak lain agar dapat berperilaku dan berpikir sesuai kehendak pihak yang mempunyai kekuasaan. Oleh sebab itu, kekuasaan negara itu disebut “otoritas” atau “wewenang”. Legitimasi secara istilah yang berasal dari bahasa latin yaitu “Lex” yang artinya adalah hukum. Kata legitimasi identik dengan munculnya kata-kata seperti legalitas legal dan legitim dengan demikian secara sederhana legitimasi adalah kesesuaian suatu tindakan perbuatan hukum formal etis adat istiadat maupun hukum kemasyarakatan yang telah lama tercipta secara sah legitimasi ini dianggap penting bagi pemimpin pemerintahan karena para pemimpin pemerintahan dari setiap sistem politik berusaha untuk mendapatkan atau mempertahankannya. Menurut Andrain dalam Ramlan Subakti 1992, berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah, legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe, yaitu ; 1. Legitimasi tradisional, adalah masyarakat memberi dukungan kepada pemimpin dan juga pemimpin tersebut memiliki pengakuan dari rakyat karena memiliki keturunan pemimpin “Berdarah biru”. Pemimpin yang keturunan darah biru, lebih dipercaya untuk harus memimpin masyarakat. 2. Legitimasi ideologi, yaitu masyarakat memberikan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. 3. Legitimasi kualitas pribadi, yaitu masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut memiliki kualitas pribadi yang berupa karismatik. 4. Legitimasi prosedural, yaitu masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut mendapatkan kewenangan menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 5. Legitimasi instrumental, yaitu masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan pemerintah karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan material masyarakat. Para pemegang kekuasaan mencari cara untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat. Menurut Ramlan Subakti, 1992 Legitimasi dapat didapatkan atau diperoleh dari beberapa cara yang dikelompokan menjadi 3, yaitu Secara simbolis, Prosedural, dan Material. Adapun cara memperoleh legitimasi, menurut Max Weber 1995 terdapat 3 sumber yang dapat memperoleh legitimasi, yaitu; Tradisional, Karisma, dan Legal atau rasional. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi si dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Penelitian kualitatif adalah pendekatan yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami gejala sentral. Gejala sentral didapatkan melalui proses wawancara dengan hasil informasi berupa kata atau teks. Creswell dalam Raco 2010. Teknik yang digunakan dalam pendekatan ini yaitu teknik analisis dengan pengambilan data secara studi pustaka dan analisis mengenai berita atau informasi yang ada di media sosial. Dalam pengambilan kesimpulan digunakan teknik deduktif dengan mengambil kesimpulan bersifat umum dari fenomena-fenomena yang telah dikaitkan secara khusus. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam beberapa tahun ke belakang isu-isu mengambang ke permukaan dengan topik-topik yang diketahui bahwa hal tersebut merupakan dasar-dasar yang seharusnya sudah tidak Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 7 perlu lagi diperdebatkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyatnya atau bisa disebut sebagai demokrasi yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 2. Sedangkan di hal lain, isu keadilan yang merupakan standar pokok yang harus ditegakkan oleh konstitusi maupun dalam pelaksanaannya dalam bernegara masih dirasa kurang menyentuh kepada pihak pihak tertentu yang tentu imbasnya mencederai kepercayaan publik. Keadilan yang tertuang di dalam Pancasila merupakan keadilan sosial yang harus dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, dan hal ini merupakan tugas yang tidak akan ada habisnya. Selain itu, keadilan tersebut harus tampak di segala bidang baik itu hukum, sosial, politik, dan sebagainya. Tugas-tugas tersebut merupakan sesuatu yang berat bagi pemerintah selaku penanggung jawab dalam negara bagi rakyatnya, serta pencapaian tugasnya pun bersifat never ending goals. Oleh karena itu, pemerintah harus dapat mengkondisikan dengan cara-cara yang lazim agar semua pihak dapat merasakan arti dari demokrasi yang terjadi dan keadilan yang ditegakkan. Demokrasi yang Mengurangi Kepercayaan Pemerintah Paham demokrasi awalnya dipakai oleh bangsa-bangsa Barat yang umumnya menganut asas liberalisme dalam alur ekonominya. Hal ini berbeda pandangan dengan Indonesia, yang menyebutkan bahwa dalam liberalisme hanya akan membawa perekonomian lebih mengerucut atau memihak kepada yang mempunyai modal. Kritik tersebut datang dari Hatta 2010, yang menyebutkan bahwa demokrasi yang lahir dari revolusi Perancis hanya akan membawa kepada kapitalisme dan tidak mengarah pada kedaulatan rakyat yang sebenarnya dan ini tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. Sebaliknya, demokrasi modern yang berbasis pada nasionalisme religius adalah bentuk demokrasi yang dicita-citakan bangsa Indonesia yang Kemudian merupakan cikal bakal lahirnya Demokrasi Pancasila Dalam Rancangan TAP MPR RI tentang Demokrasi Pancasila disebutkan bahwa Demokrasi Pancasila adalah norma yang mengatur penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, bagi setiap warga negara Republik Indonesia, organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta lembaga lembaga negara baik di pusat maupun di daerah agustam, 2011. Dengan begitu, Indonesia menganut demokrasi yang berlandaskan Pancasila yang mengandung intisari beradab, bersatu, sera gotong royong. Bila tentang demokrasi Pancasila diterapkan benar-benar maka masalah tentang perbedaan, kebebasan, serta kekuasaan pemerintah tidak akan dapat diperdebatkan lagi karena sudah final bahwa orientasi segala kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah harus sebanyak-banyaknya ditunjukkan kepada rakyat. Namun, yang sekarang ini merebak mengenai isu demokrasi yaitu tentang absennya masyarakat sipil yang kritis kepada kekuasaan, buruknya kaderisasi partai politik, hilangnya oposisi, pemilu biaya tinggi karena masifnya politik uang dalam pemilu, kabar bohong dan berita palsu, rendahnya keadaban politik warga, masalah pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang belum tuntas hingga kini, kebebasan media dan kebebasan berkumpul, dan berserikat, serta masalah masalah intoleransi terhadap kelompok minoritas wijayanto, 2019. Stigma-stigma yang ditimbulkan dari suara-suara yang muncul dari mahasiswa, kampus, media, LSM, dan lain-lain cenderung diartikan sebagai keberpihakan pada pihak-pihak tertentu. Sebaliknya, wakil-wakil rakyat yang merupakan cerminan kalangan-kalangan yang bersuara tersebut terkesan tidak mengambil tindakan yang signifikan. Hal ini tentunya mengurangi kualitas demokrasi yang didalamnya terdapat check and balances antara kekuasaan kekuasaan yang ada dalam pemerintah. Mekanisme check and balance akan Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 8 mencerminkan sikap saling mengontrol diantara kekuasaan-kekuasaan pemerintah. Namun, secara filosofis dapat diartikan bahwa demokrasi menghendaki rakyat juga untuk mengiringi lembaga-lembaga pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga keterlibatan masyarakat sebagai objek dari pemerintah dapat tercapai sehingga tujuan yang diinginkan masyarakat juga dapat terakomodir. Kita dapat menarik sebuah fakta yang terjadi beberapa waktu tepatnya tanggal 26 Juni 2021 terkait kritik yang disampaikan salah satu organisasi intra universitas kepada Presiden Republik Indonesia. Terkait kronologinya yaitu dalam unggahan akun salah media sosial organisasi intra universitas tersebut yang mengunggah postingan yang mencoba mengkritik terkait jalannya pemerintahan saat ini yang dikepalai Presiden. Di dalam isi kritikannya, organisasi intra universitas tersebut menggunakan sebuah gambar yang mengilustrasikan kinerja Presiden dengan janji politiknya pada saat kampanyenya. Informasi tersebut cepat menyebar karena platform yang digunakan merupakan media sosial yang dapat diakses siapapun. Kejadian tersebut mendapat respon dari universitas tempat bernaung organisasi tersebut untuk memberikan klarifikasi dan diberikan pembinaan. Pemanggilan dari pihak universitas tersebut dianggap kurang mencerminkan sikap kebebasan untuk menyampaikan pendapat. Dan peristiwa ini menimbulkan efek domino yang malah membuat gelombang kritik lebih terbuka lagi, sehingga lebih membuka semua kesadaran-kesadaran di masyarakat betapa pentingnya demokrasi terhadap legitimasi kekuasaan pemerintah. Peristiwa diatas mendapat tanggapan dari berbagai pihak dan para ahli. Namun, yang menjadi intinya bahwa kebebasan berpendapat sangat dianjurkan dan dikehendaki oleh Undang-Undang. Selain itu, dilihat dari perspektif sejarah justru mahasiswa di Indonesia turut mengiringi berbagai peristiwa penting dalam era pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ujaran ujaran kritik jangan disamakan dengan ujaran kebencian, karena kritik didalamnya terdapat sebuah fakta yang berusaha mempengaruhi objeknya untuk justru mengevaluasi fakta-fakta yang dipaparkan. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial Agustam, 2011 . Tanggung jawab sosial tersebut merupakan dampak yang ditimbulkan dari adanya demokrasi tersebut atau dapat dikatakan jika sebuah kegiatan yang mencerminkan demokrasi dilakukan, impact atau pengaruhnya harus positif dan tidak menimbulkan dampak yang negatif. Kita dapat mengambil sebuah pernyataan bahwa peristiwa yang diurai tadi berdampak pada kehidupan umum masyarakat seperti gelombang kritik selanjutnya yang sangat gencar di media sosial, persepsi terhadap pemerintahan dan berpengaruh terhadap kepercayaan kepada pemerintah. Oleh karena itu, terkait dengan legitimasi yang diberikan oleh rakyat kepada penguasa pemerintahan dalam hal ini, harus dapat diakomodir kembali karena kepercayaan publik merupakan modal bagi pembuat maupun pelaksana kebijakan atau birokrasi dapat menjalankan tugasnya dan juga hal ini dapat berpengaruh terhadap stabilitas negara. Dalam sudut pandang terkait nilai indeks demokrasi di Indonesia justru sekarang menurun menurut beberapa laporan. Secara lebih spesifik, laporan The Economist Intelligence Unit EIU dan Indeks Demokrasi Indonesia menggarisbawahi menurunnya kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai pangkal utama menurunnya kualitas demokrasi Indonesia. Laporan EIU menempatkan Indonesia pada urutan 64 dari 167 negara, sedangkan laporan Indeks Demokrasi Indonesia memperlihatkan turunnya skor indeks kebebasan berpendapat yang semula 66,17 di tahun 2018 menjadi 64,29 di tahun 2019. Adapun laporan 2021 Democracy Report menempatkan Indonesia pada urutan 73 dari 179 negara dalam hal kebebasan dalam demokrasi. Hal yang dipaparkan tersebut menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat di Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 9 muka umum khususnya harus diperhatikan lagi terkait regulasi serta pelaksanaannya. Mengenai laporan laporan dari berbagai lembaga tersebut juga sekaligus mencederai prinsip kebebasan berpendapat dalam demokrasi yang disebutkan pada landasan teori. Dalam pengakuan terhadap kekuasaan pemerintah oleh rakyat tentunya harus dibarengi dengan bentuk-bentuk perbuatan atau perlakuan yang selaras dengan hal-hal yang diinginkan oleh rakyat itu sendiri. Dalam aspek demokrasi, rakyat harus dapat menentukan sendiri nasibnya yang harus ditanggung oleh negara sehingga dibutuhkan kegiatan demokrasi yang sehat agar legitimasi publik terhadap pemerintah dapat terjaga. Keadilan sebagai Perekat Dalam Kepercayaan Publik Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara fiolosofische grondslag sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap dianggap penting bagi negara Indonesia. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai nilai Pancasila subscriber of values Pancasila. Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial Ana, 2018. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai suatu bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu direfleksikan dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber hukum tertinggi secara irasional dan sebagai rasionalitasnya adalah sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia. Dalam pandangan keadilan yang dirasakan sekarang, tentu harus diperhatikan kembali apakah sudah sesuai dengan Pancasila atau belum. Dalam kasus atau fakta yang terjadi dan merebak sekarang ini yaitu dalam bidang hukum dan sosial. Mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh petinggi kabinet yang disebut Menteri yang lebih tepatnya di Kementerian Sosial. Dalam kronologinya, oknum tersebut memotong dana Bansos untuk setiap paket yang akan diserahkan kepada pihak yang menerima. Hal ini tentunya sangat mencederai rakyat yang berjuang bangkit dari ekonomi yang terdampak akibat pandemi yang terjadi. Selain peristiwa tersebut, ada juga keadilan yang kurang diekspos yaitu terhadap KKB di Papua. Pemerintah memutuskan KKB OPM sebagai teroris, termasuk yang mendukung gerakan tersebut. Pendekatan yang dilakukan pun terkesan untuk pertahanan dan keamanan bukan untuk humanis. Kami berpendapat menggunakan pendekatan keamanan justru akan memperburuk situasi kemanusiaan yang ada di Papua mengingat penggunaan kekerasan hanya akan memicu eskalasi kekerasan yang lebih besar dan dapat mengakibatkan pada pelanggaran yang serius terhadap hak asasi manusia maulidiyanti, 2017. Pendekatan keamanan yang selama ini selalu digunakan pemerintah, sesungguhnya tidak menjawab akar persoalan. Hal itu terbukti dari rentetan konflik kekerasan yang selalu saja terjadi. Padahal secara ilmiah, tim kajian LIPI tentang Papua sudah menunjukan terdapat 4 empat akar masalah yang menjadi pemicu terjadinya konflik kekerasan di kawasan Papua yakni marjinalisasi terhadap masyarakat Papua, kegagalan pembangunan, persoalan status politik Papua dan pelanggaran hak asasi manusia. Dalam kaitannya dengan kepercayaan publik, kasus di Papua dapat menyebabkan efek domino terhadap keadilan-keadilan pada bidang lainnya sehingga publik cenderung menspekulasi kepada penanganan masalah keadilan pada bidang yang lain. Dalam penanganan kasus korupsi dana Bansos pun, dirasa hukum kurang menunjukkan eksistensinya untuk Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 10 menegakkan keadilan dan kepastian yang sebenar-benarnya hingga muncul perspektif hukum itu tumpul ke atas dan tajam runcing kebawah. Dalam kaitannya dengan teori keadilan John Rawls 1971, menyebutkan bahwa salah satu prinsipnya yaitu keadilan harus menunjang atau mengatur kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat terjadinya suatu timbal balik, maka kasus atau fakta yang diurai diatas belum menunjukkan bahwa keadilan belum ditegakkan karena masih banyak persepsi yang bersifat negatif terhadap pemerintah mengenai keadilan. Hal tersebut tidak menimbulkan efek timbal balik yang positif seperti yang dikemukakan oleh John Rawls maka dapat dilihat bahwa kesenjangan di Indonesia masih terjadi baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, hukum, dan lain-lain. Utilitarianisme sebagai Pendekatan dalam Etika Administrasi untuk Legitimasi Kekuasaan Pada abad ke-18, Eropa dan Amerika menyaksikan suatu gerakan umum yang terarah pada pengakuan yang lebih besar pada hak-hak asasi manusia dan kesetaraan sosial social equality, nilai individual, batas kemampuan manusia dan hak dan kebutuhan pada pendidikan. Salah satu pelopor gerakan utilitarianisme adalah Jeremy Bentham, James Mill dan, anaknya, John Stuart Mill. Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar the greatest happiness theory. Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang. Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaikbaiknya bagi diri sendiri dan orang lain. Prinsip yang menjadi pokok utilitarianisme menurut Jeremy Bentham, dan yang lainnya yaitu terbagi menjadi tiga. Pertama, semua tindakan mesti dinilai benar/baik atau salah/jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Kedua, dalam menilai konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan tersebut, satu satunya hal yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkannya. Jadi, tindakan-tindakan yang benar adalah yang menghasilkan surplus kebahagiaan terbesar ketimbang penderitaan. Ketiga, dalam mengkalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan, tidak boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada kebahagiaan orang lain. Dalam kaitannya dengan legitimasi kekuasaan, prinsip-prinsip yang dipaparkan di atas merupakan salah satu tolok ukur yang harus dipegang oleh para penguasa bahwa mereka diberi mandat atau legitimasi dari rakyat sehingga kebahagiaan yang harus ditimbulkan dari tindakan-tindakan mereka mulai dari pelayanan publiknya, kebijakan publiknya, serta manajemen keuangan, serta pengelolaan pemerintahan harus ditunjukkan untuk rakyat. Dalam sektor demokrasi dan keadilan pun yang menjadi dasar negara Indonesia, harus memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada rakyat bukan untuk kelompok tertentu saja. Menurut Harbani Pasolong 2019, pengertian birokrasi adalah lembaga pemerintah yang menjalankan tugas pelayanan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah. Bila merunut pengertian tersebut, tugas pelayanan publik dapat saja dilakukan oleh siapapun yang bertanggung jawab untuk publik sehingga konsep pemberian manfaat kepada publik yang diusung utilitarianisme harus diselenggarakan dengan baik dan juga didukung oleh kebijakan publik yang mendukung proses kebermanfaatan tersebut. Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 11 Memang utilitarianisme merupakan salah satu pendekatan dalam etika, namun dapat dilihat sekarang bahwa yang menjadi krusial dan penting bagi birokrasi yaitu mengenai etikanya untuk memberikan pelayanan publik. Menurut Harbani Pasolong, tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN merupakan salah satu tindakan yang tidak beretika dan dalam penanganannya sangat sulit untuk dihapuskan karena ada beberapa hal penting yang tergantung kepada karakter dari masing-masing pelaku. Dengan kata lain, diperlukan kesadaran melalui keimanan dan ketakwaan atau paling tidak, niat untuk tidak melakukannya dan menyadari bahwa perbuatan tersebut tidak baik, tercela dan tidak terpuji serta konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya tersebut. Menurut Widodo 2006, tindakan KKN pada dasarnya terjadi karena hasil pertemuan antara “niat” dengan “kesempatan” yang terbuka, sehingga menurutnya untuk menghindarkan antara “niat” dan “kesempatan” tersebut diperlukan mekanisme akuntabilitas publik, menjunjung tinggi dan menegakkan etika administrasi publik pada jajaran birokrasi publik pasolong, 2019. Pernyataan Widodo 2006 dalam Harbani Pasolong 2019 tersebut, menerangkan bahwa akuntabilitas publik harus dijunjung tinggi oleh para birokrat karena hal ini berimbas kepada legitimasi mereka sebagai aktor birokrasi. Legitimasi tersebut dapat berupa kepercayaan dan keyakinan kepada birokrat untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam memberikan pelayanan publik, sehingga jika legitimasi tersebut tidak dijaga akan muncul sikap skeptis terhadap para birokrat dan lebih luasnya lagi pemerintahan yang sedang berjalan. Oleh karena itu, konsep kebermanfaatan atau utilitarianisme birokrasi publik yang terfilosofi dari pendekatan etika administrasi tersebut harus diperhatikan agar legitimasi yang sudah diberikan dapat terjaga sehingga menciptakan stabilitas pemerintahan dan negara. E. SIMPULAN Legitimasi atas suatu negara memegang peranan penting. Sehingga, agar dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, pemerintahan negara dan alat-alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat yang memegang kekuasaan politik utama harus memiliki pembenaran atau pendasaran yang sah legitimasi atas kekuasaan yang dijalankan Maggalatung, 2013. Untuk mencapai suatu pembenaran yang rasional dibutuhkan dua komponen yang merupakan suara sejati rakyat. Dua hal itu tidak lain adalah demokrasi dan keadilan. Keduanya merupakan dua kata yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan, karena memiliki keterkaitan yang begitu ketatnya. Ketika demokrasi dan keadilan menjadi suatu harapan dan keinginan setiap orang, maka demokrasi dan keadilan harus sesuai dengan hati nurani rakyat. Sebab, rakyatlah pemilik “demokrasi” dan “keadilan” yang sesungguhnya. Di Indonesia demokrasi dan keadilan masih menjadi objek permasalahan. Dan masalah tersebut tentunya bukanlah masalah yang mudah, yang dimana peranan dan ketegasan pemerintah tentunya menjadi peranan penting. Jika tidak ada peranan dan ketegasan dari pemerintah malah akan membuat masalah tersebut menjadi rumit dan tentunya tingkat kepercayaan pada kinerja dan efektivitas pemerintah akan semakin berkurang. Dengan begitu pada akhirnya pemerintah tidak akan memiliki legitimasi. Jadi, tanpa ada legitimasi yang rasional, maka suatu negara tidak mungkin akan berjalan secara efektif. Dalam menjawab permasalahan yang telah ditentukan pada artikel ini, maka demokrasi, keadilan, dan paham kebermanfaatan atau utilitarianisme sebagai lingkup yang mewadahinya belum mampu diimplementasikan dengan baik karena disebabkan masih adanya persepsi persepsi yang menyebutkan bahwa kebebasan berpendapat masih belum keluarkan sepenuhnya serta kesenjangan pada bidang sosial, ekonomi, hukum, dan bidang lainnya yang dirasa belum memberikan aspek keadilan penuh kepada rakyat. Oleh karena itu, legitimasi yang dibutuhkan Jurnal DIALEKTIKA Jurnal Ilmu Sosial, Vol 19 No. 1 2021 Penerbit Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia issn 1412 – 9736 e-issn 2828 – 545x 12 pemerintah sedikitnya berkurang dan hal ini jangan dibiarkan begitu saja karena kekuatan pemerintah sejatinya dari rakyatnya, jika sudah kehilangan rasa kepercayaan dari rakyatnya dapat saja gejolak terjadi yang menyebabkan terganggunya stabilitas negara. REFERENSI Agustam. 2011. “Konsepsi Dan Implementasi Demokrasi Pancasila Dalam Sistem Perpolitikan Di Indoensia.” Jurnal TAPIs Ahmad. “Pengertian Demokrasi Sejarah, Ciri, Tujuan, Macam dan Prinsip” . Engkus, E. 2017. “Administrasi Publik dalam Perspektif Ekologi. JISPO Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.” 71, 91-101. Engkus, E. 2012. “Menuju Birokrasi yang Populis dan Reseptivitis di Era Otonomi Daerah”, “Towards Populism and Receptivitism Bureaucracy in The Autonomy Era”. 10, 1-15. Fatia, Maulidiyanti. 2021. “Makin Suramnya Situasi Keadilan di Indonesia”. Dari Habibi, Habibi. 2018. “Implikasi calon tunggal kepala daerah Kabupaten Tasikmalaya terhadap ketatanegaraan.” Jati, Wasisto Raharjo. 2021. “Fenomena Kemunduran Demokrasi Indonesia 2021”. THC Insight No. 27 hal 1. Pasolong, Harbani. 2019. “Teori Administrasi Publik. Bandung Alfabeta” Suheri, Ana. 2018. “Wujud Keadilan Dalam Masyarakat Ditinjau Dari Perspektif Hukum Nasiona”. JURNAL MORALITY Vol 41 hal 64 Sujatmiko. 2018. “Demokrasi dan Keadilan Sebagai Legitimasi Suara Rakyat”. Adalah UIN Jakarta Vol 2 6b hal 53-54. Study Atas Uu No 10 Tahun 2016 Dan Putusan Mahkamah Konstitusi No 100/Puu/100/Xiii/2015. Masters thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tezar, Bilyam. 2016. “Kenapa Indonesia Menganut Sistem Demokrasi Pancasila.” 0fe9afbd5514180222 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial Wijayanti, Laily. 2016. “Analisis Dan Pembuatan E-Voting Menggunakan Group Blind Digital Signature Dengan Metode Algoritma Rsa.” Undergraduate Thesis, Universitas Muhammadiyah Gresik. Wijayanto dan Fajar Nursahid. 2019. “Masalah-Masalah Demokrasi Kita Hari Ini. “ hari-ini Rahmazani RahmazaniThe appointment of officials during the 2024 pre-election transition period was carried out by central government to fill the transitional period for regional heads due to the postponement of the regional elections. This research is intended to know the mechanism for filling the acting officer and concluding that the results of filling the positions referred to the optimal implementation of regional government. This research is an empirical legal research. The appointment of positions has been carried out by central government, but there is no measurable mechanism in the process because there are no specific rules governing this matter. The Constitutional Court has mandated to issue implementing regulations for Article 201 Law Number 10 Year 2016 so that placement of officer is within the corridors of a rule of law and democracy. Unfortunately the government did not heed the mandate, resulting in various problems in the process of appointing Dan Implementasi Demokrasi Pancasila Dalam Sistem Perpolitikan Di IndoensiaAgustamAgustam. 2011. "Konsepsi Dan Implementasi Demokrasi Pancasila Dalam Sistem Perpolitikan Di Indoensia." Jurnal TAPIs Birokrasi yang Populis dan Reseptivitis di Era Otonomi DaerahE EngkusEngkus, E. 2012. "Menuju Birokrasi yang Populis dan Reseptivitis di Era Otonomi Daerah", "Towards Populism and Receptivitism Bureaucracy in The Autonomy Era". 10, Suramnya Situasi Keadilan di IndonesiaMaulidiyanti FatiaFatia, Maulidiyanti. 2021. "Makin Suramnya Situasi Keadilan di Indonesia". Dari calon tunggal kepala daerah Kabupaten Tasikmalaya terhadap ketatanegaraanHabibi HabibiHabibi, Habibi. 2018. "Implikasi calon tunggal kepala daerah Kabupaten Tasikmalaya terhadap ketatanegaraan."Fenomena Kemunduran Demokrasi IndonesiaWasisto JatiRaharjoJati, Wasisto Raharjo. 2021. "Fenomena Kemunduran Demokrasi Indonesia 2021". THC Insight No. 27 hal Keadilan Dalam Masyarakat Ditinjau Dari Perspektif Hukum NasionaHarbani PasolongPasolong, Harbani. 2019. "Teori Administrasi Publik. Bandung Alfabeta" Suheri, Ana. 2018. "Wujud Keadilan Dalam Masyarakat Ditinjau Dari Perspektif Hukum Nasiona". JURNAL MORALITY Vol 41 hal 64Kenapa Indonesia Menganut Sistem Demokrasi PancasilaSujatmikoSujatmiko. 2018. "Demokrasi dan Keadilan Sebagai Legitimasi Suara Rakyat". 'Adalah UIN Jakarta Vol 2 6b hal 53-54. Study Atas Uu No 10 Tahun 2016 Dan Putusan Mahkamah Konstitusi No 100/Puu/100/Xiii/2015. Masters thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tezar, Bilyam. 2016. "Kenapa Indonesia Menganut Sistem Demokrasi Pancasila." 0fe9afbd5514180222Analisis Dan Pembuatan E-Voting Menggunakan Group Blind Digital Signature Dengan Metode Algoritma RsaUndang-UndangUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial Wijayanti, Laily. 2016. "Analisis Dan Pembuatan E-Voting Menggunakan Group Blind Digital Signature Dengan Metode Algoritma Rsa." Undergraduate Thesis, Universitas Muhammadiyah Demokrasi Kita Hari IniFajar Wijayanto DanNursahidWijayanto dan Fajar Nursahid. 2019. "Masalah-Masalah Demokrasi Kita Hari Ini. "
Demokrasilangsung (direct democracy) berkembang pada abad VI hingga abad III SM di Yunani dengan konsep negara-kota (city-state) pada waktu itu, yaitu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.Sifat langsung dari demokrasi yunani
Pada saat ini demokrasi tumbuh dan berkembang pesat di berbagai belahan dunia. Para ahli ketatanegaraan dan tokoh-tokoh politik meyakini bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Demokrasi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyat untuk berpartisipasi atau turut aktif di dalam penyelenggaraan negara. Dengan demokrasi, penyelenggaraan negara dapat disesuaikan dengan kondisi dan aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat. Demokrasi dipandang memiliki arti yang sangat penting bagi manusia di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengingat pentingnya demokrasi maka perlu diwujudkan kehidupan yang demokratis di lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Sebagian besar bangsa-bangsa di dunia meyakini bahwa prinsip-prinsip demokrasi perlu diterapkan di segala bidang kehidupan umat manusia. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang diyakini akan mampu mengantarkan rakyat menuju kehidupan yang aman, tenteram, tertib dan sejahtera. 1. Pengertian Demokrasi Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “demos” dan “kratos”. Demos berarti “rakyat”sedangkan kratos berarti “pemerintahan”. Jadi, demokrasi berarti “pemerintahan rakyat” atau suatu pemerintahan di mana rakyat memegang kekuasaan tertinggi. Istilah ini dipakai pada zaman Yunani kuno, khususnya untuk kota Athena, yang menerapkan demokrasi langsung. Pelaksanaan demokrasi di Athena melibatkan rakyat seluruhnya mengikuti rapat, bermusyawarah membicarakan pemerintahan kota Athena. Hal ini berarti rakyat langsung ikut mengatur jalannya pemerintahan. Hal ini dimungkinkan karena jumlah rakyat Athena hanya sedikit. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, demokrasi adalah “ pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan yang bebas.” Jadi, yang diutamakan dalam pemerintahan yang demokratis adalah rakyat. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang meletakkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan atau memiliki peranan yang sangat menentukan dalam mengatur negara. 2. Asas Demokrasi Suatu bangunan pasti memiliki pondasi sebagai dasar agar bangunan itu kokoh. Begitu pula demokrasi memiliki asas-asas yang memperkuat pelaksanaan demokrasi. Apakah asas-asas demokrasi? Suatu negara dapat disebut sebagai negara demokrasi apabila memiliki dua asas yaitu a. Pengakuan Hak Asasi Manusia sebagai penghargaan martabat manusia Pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia diwujudkan dalam tindakan-tindakan negara/pemerintah untuk melindungi Hak Asasi Manusia tanpa melupakan kepentingan umum. Pengakuan Hak Asasi Manusia itu ditulis di dalam Undang-Undang Dasar negara dan berbagai bentuk peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar. Negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi wajib mencantumkan Hak Asasi Manusia di dalam Undang-Undang Dasar negara tersebut, penyusunan peraturan perundang-undangan wajib menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia HAM, negara berkewajiban meratifikasi mengakui dan mengesahkan berbagai bentuk instrumen HAM internasional. Di dalam negara demokrasi juga dibentuk lembaga perlindungan HAM yang bertugas melindungi pihak-pihak yang menderita akibat pelanggaran HAM. b. Pengakuan partisipasi rakyat pemerintahan dalam Dalam negara demokrasi pemerintahan yang berkuasa merupakan pemerintahan yang dibentuk oleh rakyat. Pemerintah yang mengatur negara harus mendapat dukungan dan partisipasi dari rakyat. Apabila pemerintahan yang ada sudah tidak mendapat dukungan/partisipasi dari rakyat, maka pemerintahan itu akan runtuh. Antara rakyat dan pemerintah terjadi hubungan timbal balik dan saling hanya menjalankan amanat dan mandat dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan/kekuasaan. Pemerintah berfungsi melindungi rakyat, tanpa ada pemerintah, rakyat tidak bisa hidup dengan teratur, dan mudah dihancurkan bangsa lain sebaliknya pemerintah tanpa dukungan rakyat tidak dapat berbuat apa-apa, program-program pemerintah tidak akan dapat dijalankan dengan baik. Adapun nilai-nilai dasar sebagai pencerminan demokrasi yang sudah diakui hampir semua bangsa-bangsa di dunia antara lain sebagai berikut a. Toleransi/saling menghargai Demokrasi memberikan tuntunan agar kita menghormati pihak lain, golongan lain yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. b. Bebas berpendapat dan menghormati kebebasan Demokrasi memang identik dengan kebebasan, termasuk kebebasan berpendapat. Demokrasi menghargai kemerdekaan berpendapat dari semua unsur, kelompok atau golongan yang ada di dalam masyarakat atau negara. c. Memahami keanekaragaman Demokrasi menghargai adanya berbagai perbedaan yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu kelompok atau golongan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara wajib menghargai kelompok atau golongan lain. Antara kelompok satu dengan kelompok lainnya harus merasa sederajat, memiliki persamaan hak dan kewajiban, tidak dibenarkan adanya golongan atau kelompok tertentu yang ingin menjatuhkan kelompok lain. d. Kecintaanterhadap keterbukaan dan terbuka dalam berkomunikasi Demokrasi berarti keterbukaan di dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara, kebijakan pemerintah perlu disosialisasikan kepada rakyat dan rakyat diberi hak untuk memberikan kritikan demi kebaikan. e. Menjunjung tinggi nilai dan mar tabat kemanusiaan Demokrasi menghargai nilai-nilai setiap individu, menghargai adanya potensi yang dimiliki oleh manusia yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan. f. Kebersamaan Demokrasi menuntut manusia untuk mengembangkan kedudukannya sebagai makhluk sosial bermasyarakat per masalahan yang ada dipecahkan bersama demi kesejahteraan bersama. g. Keseimbangan Demokrasi menjaga prinsip keseimbangan di dalam kehidupan masyarakat, keseimbangan antara kepentingan individu dan sosial, keseimbangan di berbagai bidang kehidupan. h. Menyelesaikan pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela Setiap perselisihan dan perbedaan yang ada diselesaikan melalui musyawarah berdasar hukum yang berlaku. i. Menjamin terjadinya perubahan secara damai Demokrasi menuntut adanya perubahan melalui prosedur dan mekanisme yang sudah ditentukan tidak menghendaki perubahan melalui cara-cara kekerasan dan paksaan. j. Pergantian penguasa dengan teratur Demokrasi menghendaki apabila terjadi pergantian penguasa harus melalui cara-cara yang konstitusional berdasar Undang-Undang Dasar tidak melalui kekerasan atau perebutan kekuasaan. k. Penggunaan paksaan seminimal mungkin Demokrasi menghindari adanya pemaksaan kehendak, pemaksaan doktrin tertentu kepada masyarakat, tetapi segala permasalahan diselesaikan melalui musyawarah dan kesadaran hati nurani. l. Menegakkan keadilan Demokrasi tidak membeda-bedakan golongan, paham atau kelompok-kelompok tertentu sehingga tercermin keadilan di dalam kehidupan manusia. m. Komitmen dan tanggung jawab Demokrasi mendidik manusia untuk memiliki komitmen yang jelas, tegas, dan bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti bersedia menanggung apa yang menjadi tugas dan kewajibannya serta konsisten terhadap komitmennya. n. Kerjasama keterhubungan Demokrasi mendidik manusia agar bersedia melibatkan orang lain/pihak lain di dalam menyelesaikan masalah atau melakukan suatu kegiatan. Demokrasi mendidik kerjasama antar manusia. 3. Ciri-Ciri Pokok Pemerintahan Demokrasi Suatu pemerintahan demokrasi memiliki ciri-ciri pokok yang membedakan dengan sistem pemerintahan yang lain. Indonesia disebut negara demokrasi yaitu pemerintahan dipegang atau dikendalikan oleh rakyat. Apakah pemerintahan di Indonesia memiliki ciri-ciri tertentu sebagai pemerintahan demokrasi? Ciri-ciri apa saja yang dapat menentukan bahwa pemerintahan itu pemerintahan demokrasi? Adapun ciri-ciri pokok pemerintahan demokrasi secara umum adalah a. Pemerintah berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak Pemerintahan demokrasi disusun berdasarkan kehendak rakyat dan menjalankan tugas untuk kepentingan rakyat. Penyusunan pemerintahan demokrasi biasanya dilakukan dengan cara menyelenggarakan pemilihan umum yang melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam masyarakat. Melalui pemilihan umum rakyat dapat menyalurkan aspirasinya untuk memilih calon-calon pemimpin bangsa yang akan duduk di dalam pemerintahan. b. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan Dalam pemerintahan demokrasi terdapat pemisahan kekuasaan dalam penyelenggaraan negara. Bentuk pemisahan kekuasaan itu dapat bersifat mutlak penuh terpisah dapat pula berupa pembagian kekuasaan yang tidak mutlak yang berarti lembaga tertentu menjalankan fungsi ganda dalam berbagai bidang. Pembagian kekuasaan yang dipakai secara umum di negara-negara pada umumnya mencakup pemegang kekuasaan legislatif pembuat Undang-Undang, eksekutif pelaksana Undang-Undang dan yudikatif mengawasi Undang-Undang. c. Adanya tanggung jawab dari pelaksanaan kegiatan pemerintahan Pemerintahan demokrasi dituntut adanya tanggung jawab pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Karena demokrasi merupakan pemerintahan rakyat, maka rakyat menuntut tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan baik secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya. 4. Ciri-Ciri Negara Demokrasi Indonesia disebut negara demokrasi. Adapun ciri-ciri pokok negara demokrasi secara umum adalah a. Jaminan akan kebebasan individu Negara demokrasi menjamin adanya kebebasan individu kepada setiap warga negara untuk menentukan nasibnya sendiri sesuai dengan hati nurani dan potensi yang dimilikinya. b. Jaminan Hak Asasi Manusia Negara demokrasi menjamin hak asasi warga negara. Wujud jaminan hak asasi ini berupa pembentukan Undang-Undang tentang HAM. c. Pers yang bebas dan bertanggung jawab Kemerdekaan pers merupakan syarat mutlak bagi negara demokrasi sebab pers merupakan sarana yang efektif bagi warga negara untuk memperoleh informasi. Pers yang bebas tetapi bertanggung jawab akan mendorong tumbuh dan berkembangnya kehidupan masyarakat sehingga mampu meningkatkan kesejahteraannya. d. Kesempatan memperoleh pendidikan Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap warga negara maka negara yang demokrasi wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga negara untuk memperoleh pendidikan. e. Negara hukum Negara demokrasi adalah negara yang berdasarkan hukum karena demokrasi menghendaki perdamaian tanpa kekerasan. Negara yang tidak didasari hukum cenderung mengarah kepada diktator, membelenggu kehendak rakyat. f. Pemerintah berada di bawah kontrol nyata masyarakat Pemerintahan dalam negara demokrasi selalu mendapatkan pengawasan dari masyarakat baik secara langsung maupun lewat lembaga perwakilan rakyat. Dengan pengawasan dari masyarakat diharapkan pemerintahan sesuai aspirasi rakyat dan sesuai hukum yang berlaku. g. Pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil Salah satu ciri negara demokrasi yaitu adanya pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum merupakan bukti perwujudan kedaulatan rakyat sebab dengan pemilihan umum rakyat dapat menyalurkan aspirasinya di dalam pembentukan pimpinan negara atau wakil-wakil rakyat yang akan menentukan corak pemerintahan yang sesuai dengan aspirasi rakyat. h. Prinsip mayoritas suara Dalam negara demokrasi suara mayoritas sangat menentukan corak pemerintahan serta peraturan perundang-undangan yang terbentuk. Suara mayoritas yang diperoleh di dalam pemilihan umum maupun suara mayoritas di dalam lembaga perwakilan rakyat akan menentukan program-program pemerintah dan peraturan perundang-undangan. 5. Jenis-Jenis Demokrasi Dalam perkembangan demokrasi, sejak kelahirannya sampai zaman modern ini demokrasi mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada saat ini hampir semua negara mengakui sebagai negara demokrasi. Penerapan demokrasi di setiap negara tidak lepas dari berbagai faktor yang berkembang dalam kehidupan negara atau bangsa tersebut sehingga dalam pelaksanaan demokrasi terdapat macam-macam demokrasi. Demokrasi dapat digolongkan dan dibedakan menurut a. Menurut cara penyaluran pendapat/kehendak Menurut cara penyaluran pendapat demokrasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu 1 Demokrasi langsung Demokrasi langsung adalah demokrasi yang secara langsung menerima dan menggunakan kehendak rakyat untuk menentukan kebijakan pemerintah. Demokrasi langsung dilakukan dengan cara mengumpulkan seluruh warga negara untuk dikumpulkan di suatu tempat atau diberi kesempatan untuk memilih atau menentukan kebijakan di dalam pemerintahan. Demokrasi langsung ini digunakan di Yunani Kuno pada Polis negara kota yang jumlah penduduknya hanya sedikit. Dewasa ini demokrasi langsung hanya diterapkan pada bidang-bidang tertentu misalnya pemilihan pengurus organisasi, pemilihan pimpinan atau pejabat negara. Penentuan kebijakan negara dan pembentukan peraturan perundang-undangan biasanya melalui sistem tidak langsung melalui wakil-wakil rakyat. 2 Demokrasi tidak langsung/perwakilan Demokasi tidak langsung adalah demokrasi yang mengatur sistem penyaluran aspirasi rakyat Pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui perwakilan atau lembaga-lembaga tertentu yang dibentuk berdasarkan suara rakyat. Pada saat ini hampir semua negara menerapkan demokrasi tidak langsung karena jumlah penduduknya besar dan letaknya terpencar. Ciri pokok demokrasi tidak langsung yaitu adanya lembaga-lembaga tertentu yang bertugas menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat di dalam penyelenggaraan negara ataupun pengawasan kepada pemerintah yang berkuasa. b. Menurut sistem politik/ideologi yang dijadikan landasa Menurut sistem politik yang dijadikan landasan, demokrasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu 1 Demokrasi liberal Demokrasi liberal merupakan demokrasi yang berasaskan ideologi liberalisme. Ciri pokok demokrasi liberal antara lain, negara memberikan kebebasan individu yang utuh, negara memberikan kebebasan berpolitik sesuai hati nurani masing-masing individu. Prinsip demokrasi liberal yang banyak mayoritas akan memenangkan persaingan. Kebebasan mendirikan partai politik dijamin, sepanjang memiliki pendukung yang memadai dan tidak mengganggu ketertiban umum serta keselamatan negara dan bangsa. Demokrasi liberal banyak digunakan oleh negara-negara barat seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat. 2 Demokrasi sosialis/ala komunis Demokrasi sosialis/ala komunis merupakan model demokrasi yang hanya didominasi dan dikendalikan oleh ideologi komunis. Lembaga perwakilan rakyat didominasi oleh kelompok komunis yang kurang memberikan jaminan kebebasan individu. Pemerintahan dikendalikan oleh biro khusus yang dikuasai oleh Partai komunis yang menguasai seluruh segi kehidupan. Demokrasi model ini dahulu diterapkan di negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet. Pada saat ini masih diterapkan di negara-negara yang berhaluan komunis seperti Cina, Korea Utara dan Kuba. 3 Demokrasi tersendiri/dunia ketiga Negara-negara yang tidak berhaluan liberalis dan komunis menerapkan demokrasi sesuai dengan falsafah hidup dan kepribadian bangsanya sendiri. Demokrasi ini banyak diterapkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Indonesia adalah negara demokrasi yang tidak menganut paham liberalis dan komunis tetapi tetap berpijak kepada falsafah hidup dan kepribadian bangsa yaitu Pancasila. Demokrasi yang diterapkan di Indonesia adalah demokrasi yang berdasarkan kepada prinsip-prinsip demokrasi pada umumnya tetapi tetap bersendi kepada Pancasila. Partai politik di Indonesia diberi keleluasaan untuk menyalurkan aspirasi masyarakat tetapi kegiatan partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Indonesia tetap menolak paham liberalis dengan kapitalismenya yang berakibat mendesak dan menyengsarakan golongan yang lemah. Indonesia juga menolak paham komunis yang menjurus kepada atheis yang kurang mengakui Hak Asasi Manusia. 6. Demokrasi di Indonesia Sejak merdeka, Indonesia pernah melaksanakan tiga macam demokrasi. Demokras yang dimaksud adalah demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi Pancasila. a . Demokrasi Liberal Demokrasi liberal disebut juga demokrasi parlementer diterapkan di Indonesia sejak dikeluarkan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945. Sistem parlementer adalah suatu sistem pemerintahan yang menteri-menterinya bertanggung jawab kepada parlemen badan perwakilan rakyat DPR. Penerapan sistem ini sebenarnya tidak sesuai dengan UUD 1945. Sistem pemerintahan yang harus diterapkan di Indonesia menurut UUD 1945 adalah sistem kabinet presidensial. Sistem kabinet presidensial adalah sistem pemerintahan kabinet menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Dikeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 memiliki makna bahwa mulai tanggal tersebut emokrasi yang diterapkan Indonesia adalah demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi liberal, kedudukan presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Tanggung jawab pemerintahan ada di tangan kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Hal itu berbeda dengan sistem presidensial. Dalam kabinet presidensial, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sistem parlementer semakin dikukuhkan dengan berubahnya bentuk negara Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat RIS dan UUD yang digunakan diganti dengan Konstitusi RIS. Bentuk negara RIS tidak bertahan lama karena pada dasarnya jiwa bangsa Indonesia sejak perjuangan merebut kemerdekaan adalah kesatuan. Gerakan dan upaya-upaya untuk kembali bersatu menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Berdasarkan UUDS 1950, sistem pemerintahan dan demokrasi yang diterapkan di Indonesia tetap sistem parlementer dan demokrasi liberal. Dalam masa penerapan demokrasi liberal pemerintah banyak memberikan kebebasan berpolitik sehingga banyak partai yang bermunculan. Namun, penerapan UUDS 1950 hanya bertahan beberapa tahun karena sejak dikeluarkan Dekret Presiden tanggal 5 Juli 1959 negara kita kembali ke UUD 1945. Kembalinya penerapan UUD 1945 juga menjadi tanda berakhirnya demokrasi liberal di Indonesia. b. Demokrasi Terpimpin Demokrasi Terpimpin dimulai sejak dikeluarkannya Dekret Presiden tanggal 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden tersebut adalah 1. Pembubaran Konstitusi. 2. Berlakunya kembali UUD 1945. 3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dengan demikian, sistem pemerintahan pun berubah dari sistem parlementer menjadi sistem presidensial seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945. Dalam sistem diterapkan dua hal penting 1. Kedudukan presiden adalah sebagai kepala negara ekaligus kepala pemerintahan. 2 Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Ciri-ciri sistem pemerintahan kabinet presidensial adalah sebagai berikut. 1. Kekuasaan pemerintahan terpusat pada satu orang, yaitu Presiden. Maksudnya, selain berkedudukan sebagai kepala negara, presiden juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan. 2. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan bertanggung jawab kepadanya. 3. Masa jabatan presiden ditetapkan dalam jangka waktu tertentu. 4. Presiden dan menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen DPR. c. Demokrasi Pancasila Demokrasi Pancasila mulai ditegaskan untuk diterapkan di Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru. Pada dasarnya, demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai, diwarnai, disemangati, dan didasari oleh Pancasila. Dengan kata lain, demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menerapkan kelima sila dari Pancasila. 1. Berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 2. Dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa. 3. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. 4. Selalu memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. 5. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Oleh karena itu, kita menerapkan demokrasi Pancasila pada pemerintahan negara. Berkaitan dengan itu, dalam melaksanakan demokrasi tersebut kita harus berharap dan berusaha untuk 1. diridai oleh Tuhan Yang Maha Esa; 2. sesuai dengan peri kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; 4. mengutamakan musyawarah untuk mufakat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5. mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Demokrasi Pancasila, rakyat adalah subjek demokrasi. Hal ini berarti rakyat sebagai keseluruhan berhak ikut serta secara aktif menentukan arah kebijaksanaan pembangunan nasional, melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat, yang telah dipilih rakyat melalui pemilihan umum. Prinsip demokrasi Pancasila adalah mempertahankan kepentingan semua golongan, lapisan masyarakat, suku, dan agama. Demokrasi Pancasila juga tidak berprinsip kepada kemutlakan suara terbanyak yang dapat mengakibatkan tirani kekuasaan yang digunakan sewenang-wenang mayoritas dan juga tidak mendasarkan kepada kekuasaan minoritas yang dapat menimbulkan tirani minoritas. Demokrasi Pancasila memberikan kebebasan kepada setiap individu dengan didasarkan atas tanggung jawab sosial dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. Dalam Demokrasi Pancasila lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan serta kepentingan bersama. Di samping itu, dalam demokrasi Pancasila setiap orang harus menghormati pendapat atau pendirian orang lain, meskipun pendapat atau pendirian itu berbeda dengan pendapat kita sendiri. Di sinilah pentingnya kita bersikap bijaksana untuk memecahkan segala permasalahan di tengah-tengah beraneka ragam perbedaan. Dalam kehidupan demokrasi Pancasila berlaku cara-cara musyawarah mufakat untuk mengambil keputusan. Musyawarah yang dilakukan untuk mencapai mufakat ini, dalam proses pemecahan masalahnya harus dilakukan secara bersama sama dan terbuka. Dengan demikian, musyawarah untuk mencapai mufakat hendaklah dilakukan dengan 1. semangat kekeluargaan serta kegotongroyongan; 2. mengambil putusan dengan seadil-adilnya; 3. tetap menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban; 4. menghargai dan menghormati pendapat, pikiran, atau gagasan yang disampaikan orang lain; 5. semangat tolong-menolong dan bekerja sama, untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi; 6. berusaha bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. 7. Pembagian Kekuasaan Pembagian kekuasaan tidak sama dengan pemisahan kekuasaan. Pembagian kekuasaan berarti kekuasaan negara dibagi dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Sedangkan pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara terpisah-pisah secara ketat dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya maupun mengenai fungsinya. Timbulnya ajaran pemisahan kekuasaan ini ialah di Eropa Barat, sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja yang absolut. Tujuannya ialah untuk menghindarkan kekuasaan berada di satu tangan dan melindungi hak-hak asasi manusia. Orang pertama yang mengajarkan ajaran pemisahan kekuasaan ialah John Locke, seorang negarawan Inggris. Ia membagi kekuasaan negara atas tiga bidang yaitu 1 kekuasaan legislatif, ialah kekuasaan membuat undang-undang; 2 kekuasaan eksekutif, ialah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang; 3 kekuasaan federatif, ialah kekuasaan yang meliputi kekuasaan mengenai perang dan damai, membuat perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri. Ajaran pemisahan di atas disebutkan dalam bukunya yang berjudul “Two Treaties on Civil Government” 1690. John Locke berpendapat, ketiga kekuasaan negara itu harus dipisahkan satu dari yang lain. Timbulnya kekuasaan federatif, karena negara Inggris pada waktu itu mempunyai banyak jajahan. Dengan diilhami oleh pembagian kekuasaan John Locke, Montesquieu, seorang pengarang, ahli politik dan filsafat Perancis mengadakan pula pemisahan kekuasaan negara. Ajaran Montesquieu ini disebutkan dalam bukunya yang berjudul “Esprit de Lois 1748”. Ia membagi kekuasaan negara atas tiga bidang, yaitu 1 kekuasaan legislatif, ialah kekuasaan untuk membuat undang-undang; 2 kekuasaan eksekutif, ialah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang; 3 kekuasaan yudikatif, ialah kekuasaan untuk mengawasi undang-undang yang dilaksanakan oleh badan-badan peradilan Mahkamah Agung dan pengadilan bawahannya. Dari uraian di atas ternyata terdapat perbedaan antara ajaran pemisahan negara dari John Locke dan Montesquieu. Montesquieu menempatkan kekuasaaan federatif menjadi bagian kekuasaaan eksekutif. Kekuasaan federatif bukanlah kekuasan yang berdiri sendiri. Menurut Montesquieu dalam satu sistem pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan negara itu harus terpisah satu dari yang lain, baik mengenai orangnya maupun fungsinya. John Locke menempatkan kekuasaan yudikatif bukan sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Ajaran pemisahan kekuasaan atas tiga bidang tersebut di atas, disebut oleh Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman 1724-1804 dengan istilah “Trias Politica” bahasa Yunani, atau “Politik Tiga Serangkai” menurut istilah JCT. Simorangkir, SH. Adapun pokok ajaran Trias Politica Montesquieu adalah sebagai berikut. 1 Kekuasaan Legislatif Kekuasaan legislatif ini diletakkan pada suatu badan yang berhak untuk membuat undang-undang. Dengan demikian akan terhindar bahwa tiap golongan atau perseorangan membuat undang-undang untuk kepentingannya. Dalam negara demokrasi yang berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan pembuat undang-undang itu ialah badan perwakilan, yang dianggap sebagai badan tertinggi yang berhak untuk itu. Oleh karena itu, badan pembuat undang-undang dapat disebut Badan Legislatif. Badan Legislatif ialah badan yang bertugas hanya untuk membuat undang-undang. 2 Kekuasaan Eksekutif Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Kepala Negara. Agar kekuasaan ini dapat dijalankan sebaik-baiknya, maka Kepala Negara perlu dibantu oleh aparatur alat pemerintahan di bawahnya. Dengan demikian, Kepala Negara bersama aparatur pemerintahan lainnya merupakan badan pelaksana undang-undang. Oleh karena itu, badan itu disebut Badan Eksekutif. Badan Eksekutif ialah badan yang bertugas hanya untuk melaksanakan undang-undang. 3 Kekuasaan Yudikatif Kekuasaan yudikatif disebut pula kekuasaan kehakiman atau kekuasaan justisi. Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan di bawahnya. Oleh karena itu, badan yang memegang kekuasaan yudikatif disebut Badan Kehakiman atau Badan Justisi. Badan Kehakiman bertugas hanya untuk mempertahankan undang-undang dan memberikan peradilan kepada rakyat. Badan Kehakiman inilah yang berhak memutuskan perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan. Badan Kehakiman adalah badan yang berdiri sendiri. Meskipun anggota Badan Kehakiman ini diangkat oleh kepala negara, tetapi mereka tidak diperintah langsung oleh Kepala Negara. Bahkan mereka dapat menghukum kepala negara, jika kepala negara melanggar hukum. Dalam praktik ketatanegaraan, ajaran Trias Politica seperti tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan secara murni, sebagaimana dimaksudkan oleh Montesquieu. Hal ini disebabkan, Badan Legislatif yang bertugas untuk membuat undang-undang melibatkan pula Badan Eksekutif. Badan Eksekutif tugasnya hanya melaksanakan undang-undang, sekarang turut membuat undang-undang. Oleh karena ajaran Trias Politica dalam praktiknya tidak murni lagi, maka Prof. Ivor Jennings mengemukakan pendapatnya tentang hal itu dalam bukunya yang berjudul “The Law and The Constitution”, sebagai berikut. 1. Pemisahan kekuasaan dapat dilihat dari sudut material dan sudut formal. 2. Pemisahan kekuasaan dari sudut material ialah pembagian kekuasaan yang dipertahankan secara tegas dalam tugas-tugas kenegaraan yang secara jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu dalam tiga bagian, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 3. Pemisahan kekuasaan dari sudut formal ialah pembagian kekuasaan yang tidak dipertahankan secara tegas. Dr. Ismail Suny dalam bukunya “Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” menyatakan, bahwa kekuasaan dalam arti material sepantasnya disebut separation power pemisahan kekuasaan, sedangkan yang dalam arti formal sebaiknya disebut division of power pembagian kekuasaan.
Masyarakatmenghendaki adanya perubahan dan peningkatan kualitas demokrasi seiring dengan kemajuan prosedur demokrasi. Berikut adalah penjelasan mengenai demokrasi era reformasi Penyebab Korupsi dan Cara Mengatasinya) PUSKAPOL Universitas Indonesia; Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (PUSKAPOL) dan Center for Democray
- Sejarah politik di Indonesia memiliki perjalanan yang cukup kompleks. Di mana itu terjadi di awal masa kemerdekaan. Kala itu, para founding fathers Indonesia terus meramu sitem pemerintahan apa yang cocok bagi Indonesia. Dalam catatan sejarah politik Indonesia disebutkan Soekarno-Hatta dilantik menjadi presiden dan wakil presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Saat itu sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem presidensial. Di mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga unsur yaitu presiden yang dipilih rakyat; Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait; dan Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau Soekarno kemudian membentuk Kabinet Presidensial untuk memenuhi alat kelengkapan negara. Sistem pemerintahan presidensial itu terpusat pada Soekarno-Hatta, sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia kala itu. Sebelum ada Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun Dewan Pertimbangan Agung, Presiden Soekarno dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP. Baca juga'Happy Days' CIA dan Proyek Propaganda Film Porno Mirip SoekarnoKisah di Balik Mobil Pusaka yang Menemani Masa Awal Kemerdekaan RITanpa Mendur Bersaudara, Tak Ada Foto Proklamasi Kemerdekaan RI 1945Kisah Djuwari si Pemikul Tandu Jenderal Sudirman yang Kini Terlupakan Presiden Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Foto Alex Mendur/Commons Wikimedia Untuk menghindari adanya absolutisme atau kekuasaan mutlak dari satu pihak saja, pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan tiga maklumat. Pertama, Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi ketetapan KNIP yang diubah menjadi lembaga Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, yang berisi mengenai pembentukan partai-partai politik di Indonesia. Ketiga, Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, yang berisi mengenai perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari sistem presidensial ke sistem demokrasi sistem demokrasi parlementer, kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat. Karena pemerintahan bersifat parlementer, Presiden Soekarno perlu membentuk suatu kabinet lagi. Namun sayangnya, kabinet-kabinet tersebut tidak ada yang bertahan lama. Ini terjadi karena pada saat itu, masih ada banyak tantangan bagi pemerintah Indonesia, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satunya adalah karena Belanda ingin balik berkuasa lagi di pemerintahan pada masa RISKonflik antara Indonesia dan Belanda yang sempat mencuat pasca kemerdekaan membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB turun tangan dengan diadakannya Konferensi Meja Bundar KMB di Den Haag, Belanda, pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Hasil perjanjian KMB ini salah satunya adalah kembalinya kedaulatan Indonesia seutuhnya setelah Belanda berusaha untuk menguasai Indonesia lagi. KMB juga menjadi babak baru sistem pemerintahan Juga Natsir Politisi Teladan dan Menteri Berkemeja Tambal Logo Republik Indonesia Serikat. Foto Commons Wikimedia Saat itu Indonesia menjadi salah satu negara federasi yang secara langsung memiliki hubungan dengan Kerajaan Belanda. Makanya, Indonesia juga menggunakan nama baru, yaitu Republik Indonesia Serikat RIS. Sistem kepemimpinan dan pemerintahannya juga jadi berubah. Indonesia terbagi menjadi beberapa negara bagian seperti Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Sumatera Selatan. Setiap negara bagian tersebut memiliki pimpinannya tidak berlangsung lama, hanya sanggup bertahan selama satu tahun saja. Banyak negara bagian yang merasa tidak puas dengan sistem negara bagian. Mereka kemudian mengusulkan agar pemerintahan dikembalikan menjadi republik lagi, bukan pada tanggal 15 Agustus 1950, usulan mereka ini diterima oleh Presiden RIS Soekarno. Indonesia akhirnya kembali menjadi negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan penandatanganan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 UUDS 1950 sebagai pengganti UUD Demokrasi LiberalIndonesia menerapkan demokrasi parlementer dengan mencontoh sistem parlementer Barat setelah RIS dibubarkan. Masa ini kemudian disebut sebagai Masa Demokrasi Liberal, yang secara otomatis bentuk negara serikat berubah menjadi negara kesatuan yang berlandaskan UUDS 1950. Dengan berlakuknya konstitusi ini, akhirnya Indonesia dijalankan oleh suatu dewan menteri atau kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri yang bertanggung jawab pada parlemen atau masa ini Indonesia menganut sistem multipartai. Ada banyak partai politik dengan beragam ideologi dan tujuan politik. Tapi saking banyaknya partai pada masa tersebut akhirnya menciptakan dampak buruk bagi demokrasi kita. Karena kehidupan politik dan pemerintahan Indonesia pada waktu itu jadi tidak stabil gara-gara sering gonta-ganti kabinet megalami tujuh kali pergantian kabinet selama sembilan tahun. Pergantian kabinet ini akhirnya membuat program-program yang dibuat pemerintah jadi tidak bisa dijalankan dengan Juga Ini Alasan Gus Dur hingga Soekarno Ingin Bubarkan DPRKarena UUDS 1950 dan sistem demokrasi liberal tidak cocok dan tidak sesuai dengan kehidupan politik bangsa Indonesia yang majemuk. Akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Dewan Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945, serta tidak berlakunya UUDS 1950 karena dianggap tidak cocok dengan ketatanegaraan TerpimpinDekrit Presiden 5 Juli 1959 kemudian menjadi penanda awal berlakunya demokrasi terpimpin di Indonesia. Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno kemudian memberikan amanat ke konstituante mengenai pokok-pokok demokrasi Demokrasi terpimpin ini intinya adalah musyawarah untuk mufakat yang diselenggarakan secara gotong royong. Namun, pada saat itu, Partai Komunis Indonesia PKI semakin berkembang melalui ajaran Nasakom. Sampai akhirnya muncul peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang sering kita sebut G30S PKI. Simpatisan dan kader Partai Komunis Indonesia. Foto Istimewa Setelah penumpasan komunis di Indonesia berhasil, masa pemerintahan Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin pun berakhir. Ini lah kali pertama dalam sejarah politik Indonesia yang menjadikan sistem pemerintahan Indonesia berganti jadi Demokrasi Pancasila yang dipimpin oleh Soeharto. Indonesia pun berlanjut memasuki babak kehidupan selanjutnya di masa Orde Juga Untold Story Cerita Anak Aidit Setelah Ayahnya "Dijemput" pada Malam 30 September 1965Menjamurnya Partai Politik Setelah KemerdekaanSetelah Proklamasi Kemerdekaan, kesempatan untuk mendirikan partai politik dibuka seluas-luasnya. Maklumat X yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta pada 3 November 1945 menandai awal tumbuhnya partai politik di Indonesia pasca kemerdekaan. Selanjutnya, pada Pemilihan Umum tahun 1955, empat partai politik besar Indonesia muncul dan menjadi peserta tersebut terdiri atas Partai Masyumi, Partai Nasional Indonesia PNI, NU, dan Partai Komunis Indonesia PKI. Periode 1950 hingga 1959 merupakan titik kejayaan sistem multi partai di Indonesia. Akan tetapi, sistem multi partai ternyata tidak berdampak baik terhadap berjalannya kabinet dan seringkali menghambat perkembangan negara. Pada akhirnya, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit untuk mengakhiri masa parlementer di Indonesia pada 5 Juli 1959. Sejarah partai politik di Indonesia. Foto Istimewa Setelah peristiwa Gerakan 30 September, PKI disebut sebagai partai terlarang karena dianggap mencoba menyetir pemerintah. Maka dari itu, Soeharto kemudian menumpas PKI bersama dengan kroni-kroninya. Pada masa Orde Baru, partai politik diberikan keleluasaan untuk bergerak lebih bebas. Hal ini ditunjukkan pada pelaksanaan pemilu tahun 1971 yang diikuti oleh sepuluh partai. Partai Golongan Karya memenangkan perolehan suara terbanyak dengan jumlah suara atau 62,82 tahun 1973, Presiden Soeharto memerintah untuk pelaksanaan penyederhanaan partai dengan cara menggabungkan atau fusi beberapa partai menjadi satu. Partai politik pada saat itu dibagi menjadi tiga yaitu dua parpol dan satu yang berideologi Islam bersatu menjadi Partai Persatuan Pembangunan PPP, partai beraliran nasionalis dan parpol non-Islam bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia PDI, dan satu golongan yaitu Golongan Karya Golkar yang menjadi tulang punggung penguasa Indonesia pada rezim yang dipimpin oleh Soeharto di Orde Baru. Presiden Soeharto saat melakukan pencoblosan sekitar tahun 70an. Foto Istimewa Partai Golkar terus mendominasi dunia perpolitikan Indonesia selama Orde Baru. Hingga akhirnya pada tahun 1998 ketika Soeharto lengser, masyarakat Indonesia menuntut adanya perubahan dalam dinamika kehidupan politik Indonesia agar lebih demokratis. Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie kemudian mengeluarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Partai Politik. UU tersebut mengundang berdirinya partai-partai politik baru di saat itu, 48 parpol dinyatakan memenuhi syarat untuk mengikuti Pemilu 1999. Di tahun 2004, terdapat 24 parpol yang mengikuti pemilu tahun itu. Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai politik. Pemilu 2014 diikuti oleh 15 parpol sedangkan Pemilu 2019 diikuti oleh 20 parpol. Hal ini menunjukkan eksistensi dan partisipasi masyarakat dalam partai politik sebagai aktor dalam panggung perpolitikan Indonesia.
. 362 373 127 237 96 212 386 379
demokrasi menghendaki pergantian penguasa dengan cara