Adapun bentuk kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar, para ulama berbeda pendapat. Apakah kewajiban itu berlaku dan dibebankan kepada setiap pribadi muslim (wajib aini) atau hanya dibebankan kepada sekelompok saja dari mereka, sehingga dianggap cukup bila kewajiban itu dikerjakan oleh salah seorang atau bagian dari anggota kelompok tersebut
Amar ma’ruf nahi munkar adalah kewaijban setiap muslim yang paling utama, yang akan menjadi jalan keselamatan dan menghindarkan dari murka Allah, di dunia maupun di akhirat. amar ma’ruf nahi munkar harus tegak, dalam segala tataran masyarakat, baik sosial, individu, keluarga, masyarakat, nasional bahkan internasional. Kita harus senantiasa ingat bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah perintah Allah, yang mana Allah menjanjikan keberuntungan bagi kita bila menegakkannya. *** KHUTBAH JUM’AT PERTAMA الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ, أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ, وَأَسْأَلُهُ الْمَغْفِرَةَ يَوْمَ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَامَحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ بِاالْهُدَى وَالنُّوْرِالْمُبِيْنِ,صَلَّى اللهُ وَ عَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ قال تعالى كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” QS. Ali Imran 110. Jamaah salat Jumat rahimakumullah Di hari yang penuh berkah ini, mari kita menghadapkan hati kita kepada Allah, membuka hati dan pikiran untuk sejenak menyimak nasihat khutbah yang kami harapkan dapat menambahkan ketakwaan kita kepada Allah. Ma’asyiral muslimin jamaah salat Jumat rahimakumullah Jika kita perhatikan dan kita amati secara sepintas saja, apa yang terjadi saat ini di tengah masyarakat muslimin, kita akan mendapatkan fenomena yang seharusnya menjadikan kita semua prihatin akan umat ini. Perhatian ini menjadikan kita mawas diri dan berusaha menjadikan diri, keluarga, dan lingkungan sekitar kita tidak termasuk golongan mereka yang telah melampaui batas. Sekian banyak bentuk kesyirikan, kezaliman, kejahatan, kemaksiatan yang dengan begitu mudah kita temukan di sekitar kita. Contohnya praktik kesyirikan sudah menjadi suatu yang biasa dilakukan orang. Bahkan dukun, para normal, tukang ramal, ahli zodiak, dan orang-orang semacam mereka, yang jelas-jelas melakukan praktik kesyirikan, dianggap sebagai tokoh panutan dan memiliki tempat terhormat di tengah masyarakat. Contoh lain di antara kaum muslimin sudah tidak bisa lagi menghargai nyawa seseorang, tidak bisa menghargai harta orang lain, dan bahkan tidak bisa menghargai kehormatan manusia. Padahal itu semua telah dilindungi oleh Islam, dan tidak boleh diganggu. Semua itu terjadi karena mereka telah meninggalkan Agama yang hanif ini, menuruti hawa nafsu, terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayu setan serta gemerlapnya kehidupan dunia. Di sisi lain, di antara kaum muslimin tidak lagi memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap saudaranya sesama muslim, tidak peduli dengan kejadian dan kondisi yang ada, sehingga segala bentuk kemungkaran semakin hari tumbuh subur, dan sebaliknya segala bentuk kebaikan mulai terkikis dan asing di hadapan manusia. Orang-orang yang ingin selalu konsisten dan istiqamah menjalankan agama dengan benar menjadi asing di tengah masyarakatnya. Sikap keislaman yang baik terkesan batil dan begitu juga sebaliknya. Yang sunah dan sesuai dengan contoh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dianggap sebagai sikap beragama yang ekstrim, dan sebaliknya yang bid’ah dianggap sebagai jalan kebenaran sejati. Semua itu adalah karena yang menjadi tolok ukur beragama adalah perasaan dan keridhaan manusia, bukan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkan kita semua dari sikap timpang semacam ini dalam sabda beliau, مَنِ الْتَمَسَ رِضَا الله بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ الله مُؤْنَةَ النَّاسِ، وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ الله وَكَلَهُ الله إِلَى النَّاسِ. “Barangsiapa yang mencari ridha Allah dengan mengacuhkan kebencian manusia maka Allah mencukupkannya dari beban manusia, dan barangsiapa yang mencari ridha manusia dengan mengesampingkan kemurkaan Allah maka Allah akan menguasakan manusia atas dirinya.” HR. at-Tirmidzi no. 2414 dan dishahihkan oleh al-Albani. Jamaah salat Jumat rahimakumullah Sebegitu hebat kemungkaran yang telah dianggap biasa di tengah masyarakat kita, sampai yang baik menjadi suatu yan dianggap aneh. Orang yang rajin salat berjamaah aneh, kaum muslimah yang mengenakan hijab sesuai syariat aneh, rajin ke tempat-tempat pengajian aneh, laki-laki muslim yang memotong pakaiannya agar tidak isbal aneh, dan semua yang sebenarnya adalah tepat sebagaimana yang diridhai Allah Subahanahu wa Ta’ala, menjadi suatu yang aneh dan asing. Maka sungguh benar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam manakala beliau bersabda, بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ، الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِيْ مِنْ سُنَّتِيْ . “Islam mulanya dianggap aneh asing dan akan kembali dianggap asing seperti semula. Maka kabar gembira yang besar bagi orang-orang yang dianggap aneh asing, yaitu, orang-orang yang memperbaiki menjalankan dengan baik perkara-perkara sunahku yang telah dirusak orang-orang setelahku.” HR. Ahmad dan Muslim Jamaah salat Jumat rahimakumullah Karenanya, merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim untuk selalu menjaga kemurnian agama, dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan mencegah setiap bentuk kemungkaran. Tentunya kita pernah membaca dan mendengar permisalan yang pernah disampaikan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, sebagaimana beliau bersabda, مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُوْدِ الله وَالْوَاقِعِ فِيْهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوْا عَلَى سَفِيْنَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِيْنَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوْا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوْا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا؛ فَإِنْ يَتْرُكُوْهُمْ وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا وَإِنْ أَخَذُوْا عَلَى أَيْدِيْهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيْعًا. “Perumpamaan orang yang teguh dalam menjalankan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya, adalah seperti sekelompok orang yang berada di dalam sebuah kapal, ada yang mendapatkan tempat di atas melewati orang-orang yang di atas, dan ada yang memperoleh tempat di bawah. Seadng yang di bawah jika mereka berkata, Lebih baik kita melobangi tempat di bagian kita ini bagian bawah, supaya tidak mengganggu kawan-kawan kita yang di atas.’ Rasulullah bersabda, Maka jika mereka yang di atas membiarkan orang yang di bawah melakukan hal itu, pasti binasalah semua orang yang ada di dalam perahu tersebut, namun apabila mereka mencegahnya mereka semua akan selamat’.” HR. Al-Bukhari no. 2493. Jamaah salat Jumat rahimakumullah Jika kita renungkan dengan dalam perumpamaan agung yang disabdakan oleh Nabi shalallahu alaihi wa sallam ini, yaitu seorang hamba Allah yang paling mengetahui tentang keadaan umatnya, tentang sebab-sebab kemuliaan dan kerusakan yang akan terjadi pada mereka berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang agungnya keutamaan mengajak orang kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan jahat dan mungkar, yang kita kenal dalam istilah amar ma’ruf nahi munkar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَن تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلآَأَوْلاَدُهُم مِّنَ اللهِ شَيْئًا وَأُوْلاَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ “Kalian adalah umat yang terbaik yang pernah dilahirkan untuk manusia, karena menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar,dan beriman kepada Allah.” QS. Ali Imran 110 Al-Allamah As-Sa’di mengomentari ayat ini dengan mengatakan, “Allah memuji umat ini sebagai umat yang paling baik yang Allah ciptakan untuk umat manusia. Hal itu dikarenakan Allah menyempurnakan Iman bagi diri mereka, yang dengan iman itu mereka melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah, dan menyempurnakan mereka untuk orang lain dengan amar ma’ruf dan nahi munkar, yang mencakup mendakwahi manusia untuk kembali kepada Allah. Dengan inilah maka umat Islam ini adalah umat terbaik.” Dan sebaliknya Allah melaknat orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab, karena mereka membiarkan kemungkaran terjadi di tengah mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ {78} كَانُوا لاَيَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ ”Telah dilaknat orang-orang kafir dari bani Israil melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama ain tidak saling melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selali mereka perbuat itu.” Al-Ma’idah 78-79 Ini menunjukkan bahwa membiarkan kemungkaran dan kemaksiatan adalah salah satu sifat orang-orang yang dilaknat Allah. Al-Allamah As-Sa’di berkata, setelah menafsirkan ayat ini, “Hal itu perbuatan mereka yang diam terhadap kemungkaran menunjukkan sikap meremehkan perintah Allah dan bahwasanya berbuat maksiat kepada-Nya adalah suatu yang ringan bagi mereka. Seandainya mereka memiliki rasa pengagungan kepada Rab mereka, niscaya mereka tidak akan menabrak hal-hal yang diharamkan Allah, dan niscaya mereka tidak akan menyukai terhadap sesuatu yang diharamkan Alah. Dan sesungguhnya diam terhadap kemungkaran –padahal mampu untuk merubahnya- adalah sikap yang mendatangkan hukuman; karena mendiamkan kemungkaran akan menimbulkan kerusakan-kerusakan yang besar Di antaranya, hal itu menunjukkan sikap meremehkan dan menganggap enteng kemaksiatan. Demikian juga hal itu akan menumbukan keberanian bagi orang-orang yang gemar melakukan maksiat dan orang-orang fasik untuk semakin berani melakukan maksiat, bahkan secara terang-terangan. Apabila kemungkaran dibiarkan, maka ilmu Agama akan semakin redup di tengah masyarakat dan kejahilan justru akan semakin merajalela, karena apabila kemaksiatan demi kemaksiatan begitu saja dilakukan orang, dan dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk merubahnya, maka masyarakat yang memang minim dengan ilmu agama akan menganggap itu semua sebagai suatu yang bukan maksiat. Mendiamkan maksiat boleh jadi akan menyebabkan kemaksiatan menjadi suatu yang bagus dalam pandangan masyarakat luas, sehingga sebagian masyarakat akan meniru perbuatan pelaku maksiat karena menganggapnya sebagai sesuatu yang bagus.” Dikutip dari Tafsir as-Sa’di secara ringkas dan adaptasi, Ali Imran 78-79. Jamaah salat Jumat rahimakumullah Oleh karena itu, amar ma’ruf nahi munkar adalah kewaijban setiap muslim yang paling utama, yang akan menjadi jalan keselamatan dan menghindarkan dari murka Allah, di dunia maupun di akhirat. amar ma’ruf nahi munkar harus tegak, dalam segala tataran masyarakat, baik sosial, individu, keluarga, masyarakat, nasional bahkan internasional. Kita harus senantiasa ingat bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah perintah Allah, yang mana Allah menjanjikan keberuntungan bagi kita bila menegakkannya. Perhatikan Firman-Nya berikut ini, وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” Ali-Imran 104 Lebih dari itu, amar m’aruf nahi munkar adalah salah satu di antara sifat-sifat asasi seorang mukmin sejati, dan karenanya Allah menjanjikan rahmat bagi mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman, وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ “Dan orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain, mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” QS. At-Taubah 71 بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا الله مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ الله لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ KHUTBAH JUM’AT KEDUA الْحَمْدُ ِللهِ وَكَفَى,وَسَلَّمَ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِيْ اصْطَفَى,أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ فِيْ اْلأَخِرَةِ وَاْلأُوْلَى ,وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ,صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًاكَثِيْرًا Jamaah salat Jumat rahimakumullah Kepedulian kita untuk merubah kemungkaran, adalah salah satu di antara barometer keimanan kita. Coba kita simak dengan baik sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berikut ini, Dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ الله فِي أُمَّةٍ قَبْلِيْ إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّوْنَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُوْنَ بِأَمْرِهِ، ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوْفٌ يَقُوْلُوْنَ مَا لَا يَفْعَلُوْنَ وَيَفْعَلُوْنَ مَا لَا يُؤْمَرُوْنَ؛ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ، فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ،ِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذلك مِنَ الْإِيْمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ. “Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah sebelumku, melainkan dia memiliki para pembela yang setia dan sahabat-sahabat yang mengikuti sunahnya dan mengikuti perintahnya, kemudian setelah itu datanglah orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka perbuat, dan justru melakukan apa yang tidak diperintahkan kepada mereka. Maka barangsiapa yang memerangi mereka dengan tangannya, aka dia adalah seorang Mukmin, barangsiapa yang memerangi mereka dengan lisannya, maka dia juga seorang mukmin, dan barangispa yang memerangi mereka dengna hatinya, maka dia juga seorang Mukmin, dan tidak ada iman yang lebih rendah dari itu meskipun sebesar biji sawi.” HR. Muslim no. 50 Kita memohon kepada Allah agar diberi kekuatan bashirah, kekuatan hati, kekuatan ilmu, kekuatan lisan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar, kemudian kita bersama-sama menegakkan yang ma’ruf dan memberantas segala bentuk kemungkaran dan kebatilan. Dengan harapan semoga Allah menggolongkan kita sebagai mukmin sejati, melimpahkan rahmat bagi kita, dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang beruntung. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيْ, يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَىمُحَمَّدٍ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا وَ آخِرُ دَعْوَانَا الْحَمْدُِ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ Info Naskah Khutbah Jumat Penulis Ustadz Husnul Yaqin, Lc. Sumber Khutbah Jum’at Pilihan Setahun, Jilid 2, 1432 H/2011 M, Darul Haq, Jakarta, dengan beberapa penyuntingan seperlunya oleh redaksi Artikel Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. SPONSOR hubungi 081 326 333 328 DONASI hubungi 087 882 888 727 Donasi dapat disalurkan ke rekening 4564807232 BCA / 7051601496 Syariah Mandiri / 1370006372474 Mandiri. Hendri Syahrial Keterangan lebih lengkap Peluang Menjadi Sponsor dan Donatur
Kisi-Kisi Khutbah Jum'at ===== MENEGAKKAN AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR 1. Nasihat Taqwa 2. Perbedaan orang bertaqwa, Yahudi dan Munafik - [TQS at-Taubah [9]: 71] Tentang amar ma'ruf nahi mungkar sebagai karakter orang bertaqwa - [TQS al-Maidah [5]: 79] Tentang sifat orang Yahudi yang tidak melarang perbuatan mungkar - [TQS at-Taubah [9]: 67] Tentang sifat orang munafik, kebalikan dengan orang
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu ciri dari orang-orang yang mendapatkan kasih sayang Allah ta’ala secara terus menerus baik di dunia maupun di akhirat. Allah ta’ala berfirman dalam surat al-Taubah ayat 71 وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍۢ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌۭ “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Allah Maha Perkasa lag Maha Bijaksana.” Ayat tersebut merupakan salah satu ayat yang menjelaskan perbandingan karakteristik antara orang-orang yang beriman dan orang-orang munafik dari perkataan maupun perbuatan mereka. Diantara sifat orang-orang yang beriman adalah saling tolong menolong antar sesama dalam kebaikan. Berkenaan dengan ayat ini Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah dalam kitab tafsirnya al-Manar berkata [1] “Maksud dari wali diantara orang-orang mukmin adalah mencakup pertolongan, ukhuwah/tali persaudaraan, dan kecintaan secara umum. Termasuk membantu sebuah pekerjaan, baik dengan harta maupun dengan perbuatan, sehingga Rasulullah mengumpamakan kaum muslimin seperti satu tubuh dan satu bangunan yang saling memperkokoh satu sama lain.” Hadirin rahimakumullah Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan karakteristik yang istimewa bagi seorang mukmin karena keduanya merupakan pilar-pilar tegaknya agama islam dan pencegah tersebarnya keburukan. Disamping itu, karakteristik orang-orang yang beriman adalah senantiasa menegakan shalat dan menunaikan zakat serta taat kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah dalam kitab tafsirnya al-Manar [2] “Sedang kaum munafik menyuruh kepada kemungkaran dan mencegah yang ma’ruf, kedua sifat ini merupakan sifat khusus yang istimewa bagi kaum muslimin yang keduanya merupakan pilar-pilar tegaknya agama islam dan pencegah tersebarnya keburukan. Mereka senantiasa menegakan shalat yang diwajibkan dan shalat-shalat sunnah yang disyariatkan dengan menyempurnakan syarat, rukun dan adabnya serta menunaikan zakat yang diwajibkan dan disunnahkan atas mereka, dan mereka senantiasa taat dengan kadar taqwa yang sesuai dengan kemampuan mereka.” Hadirin rahimakumullah Allah ta’ala telah menjanjikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada orang-orang mukmin yang beramar maruf dan nahi mungkar, menegakan shalat, menunaikan zakat dan taat kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata [3] “Allah menjanjikan rahmat bagi mereka karena aml-amal baik mereka diantaranya adalah amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini menunjukan bawa perkara ini wajib atas semua kaum mukminin dan mukminat sesuai dengan kesanggupannya. Tidak hanya orang per orang karena kewajiban ini merupakan karakter dan akhlak mereka yang agung nan mulia. Namun demikian harus dilakukan dengan hikmah dan ilmu bukan dengan ketidaktahuan dan tidak pula dengan kekerasan dan kekasaran. Maka haruslah mencegah kemungkaran dan menyuruh kepada kebaikan berdasarkan ilmu dan hujjah. Kebaikan adalah yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya sedangkan kemungkaran adalah yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya.” Hadirin rahimakumullah Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh setiap mukmin yang dengan sifat tersebut dia akan mendapatkan balasan dari Allah ta’ala berupa kasih sayang-Nya baik di dunia maupun di akhirat. [1] Imam Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim al-Masyhur Bi al-Tafsir al-Manar, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cetakan kedelapan, 2005, hal. 476-473. [3] Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatwa-Fatwa Terkini, Jakarta Darul Haq , cetakan kelima, 2008, hal. 335.
Strategi Dakwah Menghadapi Tantangan Zaman (1) Oleh : Muh. Waluyo, Lc., M.A. (Majelis Tabligh PP Muhammadiyah) Dakwah amar ma’ruf nahi munkar telah berlangsung sejak awal penciptaan manusia ketika terjadi interaksi antara Allah dengan hamba-Nya (periode Nabi Adam a.s.). Dakwah akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya kehidupan di dunia ini.
Khazanah dalil tentang amanat amar ma’ruf nahi munkar amatlah berlimpah. Saya kutipkan sedikit saja. Surat Ali Imran ayat 104-105 “Dan hendaklah sebagian dari kalian menjadi golongan yang menyeru kepada kemakrufan dan mencegah dari kemungkaran amar ma’ruf nahi munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kalian menyerupai golongan orang yang berpecah-belah dan bermusuhan setelah turunnya keterangan ini al-Qur’an, mereka itulah golongan orang yang ditimpa azab yang pedih.”Lalu hadis yang amat terkenal ini Dari Abi Sa’id al-Khudri Ra ia berkata Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya, dan jika tak bisa, ubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” HR Muslim.Kemudian, akan saya lengkapi dengan nukilan surat An-Nahl ayat 125 di sini. Saya meyakini bahwa membicarakan amanat amar ma’ruf nahi munkar musykil meninggalkan ayat ini, sebab di dalam ayat inilah tiga jenis metode dakwah itu ditetapkan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa ayat ini merupakan takhshish tafsir yang mengkhususkan makna yang umum di ayat-ayat amar ma’ruf nahi munkar lainnya yang harus diperhatikan dengan Quraish Shihab dalam Al-Mishbah jilid 6 memberikan penerjemahan begini “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dia lah yang lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk.”Nyaris seluruh ayat tentang amar ma’ruf nahi munkar termasuk yang telah kita bicarakan luas di bagian Khairul Ummat, yakni surat Ali Imran ayat 110 mengandung kesan bahwa makna yang dituju adalah semua umat Islam wajib menjalankannya. Benarkah begitu?Saya cenderung mengatakan bahwa amar ma’ruf nahi munkar berlaku kepada kalangan yang mampu menjalankannya belaka. Ini bisa ditemukan dalam surat Ali Imran ayat 104 di atas. Ada kata “minkum”, sebagian dari ini saya kira akan menjadi makin kokoh jika dirujukkan secara tematik maudhu’i kepada ayat tentang Khairul Ummat Ali Imran 110, yang dalam kitab-kitab tafsir yang telah saya rujuk dan kaji memperlihatkan suatu sifat perbuatan “mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran” yang kandungan dan caranya “selaras dengan nilai-nilai hidup suatu masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi”.Ingat, keselarasan ini bukan hanya ihwal kandungannya, toh semua kita tanpa syak bersepakat bahwa semua kandungan agama Islam adalah kebenaran dan kebaikan. Karenanya, perihal konten, tak ada ikhtilaf apa pun di antara para ulama dan juga semua umat Islam akan pentingnya syiar Islam untuk terus dijalankan. Jangan lupakan perihal cara menjalankannya, sebab ini pun sangat menentukan terhadap keselarasan dengan “nilai-nilai hidup suatu masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi”Mari kita uji sekilas. Ayat tentang menjalankan puasa Ramadhan benar mutlak. Semua sepakat. Umpama ada orang-orang yang tidak berpuasa, kita meyakini secara syariat mereka melakukan kesalahan dan pelanggaran. Bagaimana cara memberitahukan, mengingatkan, atau mengajak mereka meninggalkan kesalahan dan pelanggaran syariat itu? Inilah urgensi Anda langsung mendatangi mereka dan memaki-makinya atau menggebukinya dengan tamparan-tamparan dan pentungan-pentungan, walau Anda nukil ayat-ayat dan hadis-hadis tentang pelanggaran mereka, itu takkan mendatangkan kemaslahatan. Sebaliknya, yang teradi pasti madharat belaka. Bisa perkelahian, bahkan kebencian dan dendam kesumat. Cukuplah merebaknya madharat selalu menjadi pengingat buat kita semua bahwa sikap demikian bermasalah, luput, tidak pada tempatnya, dan karenanya justru bertentangan dengan asas pokok kerahamatan syariat cerita bila Anda mendekati mereka dengan cara-cara persuasif, humanis, etis, niscaya takkan ada gelegak kebencian dan kemarahan antara diri Anda dan Mus dengan arif menasihatkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar sama sekali tak cukup untuk dijalankan dengan tanpa kompetensi keilmuan yang mendalam terkait agama itu sendiri dan pula cara menjalankannya dengan makruf. Jadi, orang yang menjalankan amanat amar ma’ruf nahi munkar haruslah memiliki dua pilar pokoknya terlebih dahulu keilmuan yang mumpuni tentang agama Islam dan tahu dengan arif dan bijak cara menjalankan amar ma’ruf nahi munkar agar berbuah keselarasan dengan “nilai-nilai hidup suatu masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi”.Mesti kita akui di titik ini, musykillah lalu semua orang mampu memiliki dua kompetensi tersebut keilmuan dan kearifan, sehingga logis saja bila dikatakan “minkum, sebagian dari kalian”.Lalu tepat pada aspek inilah surat An-Nahl 125 tadi menjadi sangat urgen untuk dipahami dengan saksama. Ada tiga metode yang diletakkan ayat tersebut, yakni 1 dakwah dengan hikmah, 2 dakwah dengan nasihat yang baik mau’idah hasanah, dan 3 dakwah dengan dialog/debat yang lebih kita kulik lebih hikmah adalah cinta kepada kebenaran dan kebaikan yang dijalankan dengan baik dan benar pula. Hikmah, katakanlah, segala kebajikan yang dikembangkan dengan kebajikan sehingga buahnya selalu adalah kebajikan. Jika ada suatu ayat yang dijalankan dan diarahkan kepada sesuatu dan membuahkan dampak yang tidak baik lagi, maka itu bukan bagian dari hikmah. Maksudnya, cara mengembangkan dan Asyur dalam tafsirnya, Al-Tahrir wa al-Tanwir, mengatakan bahwa hikmah merupakan khazanah nilai-nilai kebaikan yang mengarahkan perjalanan hidup manusia menjadi lebih baik lagi secara jadi teringat pada tafsirnya tentang Shiratal Mustaqim di ujung ayat surat Al-Fathihah. Beliau Ibnu Asyur mengatakan bahwa bangunan Islam tidaklah semata apa yang terjadi di awal pembentukannya, tetapi keseluruhan hal dan nilai yang lahir sejak awal kebaradaannya dan terus berjalan kelindan hingga akhirnya secara statemen beliau ini sinambung dengan narasinya “khazanah nilai-nilai kebaikan yang mengarahkan perjalanan hidup manusia menjadi lebih baik lagi secara berkesinambungan.” Maka dinamika khazanah nilai hidup umat Islam menjadi satu kesatuan perjalanan keimanan dan ketakwaan serta keihsanan yang atas tujuan tersebutlah amanat amar ma’ruf nahi munkar seyogianya Quraish Shihab menerjemahkan hikmah sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar. Memilih perbuatan yang terbaik dan selaras adalah perwujudan dari hikmah. Memilih sesuatu yang terbaik dan sesuai dari hal yang buruk pun dinamai hikmah. Pelakunya disebut hakim bijaksana. Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan dalam pengaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat ini atau dengan kata lain dia yang hakim bijaksana.Tentu saja ejawantahnya akan menjadi sangat luas dan beragam. Tergantung kepada konteks masing-masing. Namun kita mengerti bahwa seluruh konteks dimaksud hendaknya selalu selaras dengan asas “nilai-nilai hidup suatu masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi”. Karenanya, walaupun ada ayatnya, kita sulit untuk mengatakan arif dan bijaksana cum hikmah kepada suami yang menggebuki istrinya dengan niat mendidiknya agar menjadi istri yang lebih baik lagi. Ayat “fadribuhunna” tersebut tentulah wajib untuk dijalankan degan asas hikmah tadi dengan tanpa kehilangan konteks musababnya. Begitu pengertian ini ditohokkan kepada kasus sejumlah orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan ini, maka metode hikmah meniscayakan cara syiar yang arif dan bijaksana agar tetap selaras dengan nilai-nilai etis hidup masyarakat. Terlihat di sini bahwa memaki dan memukuli mereka niscaya bukanlah cara yang sesuai dengan nilai-nilai hidup masyarakat tersebut. Karenanya, itu bukanlah cara yang benar untuk mau’idah hasanah memaksudkan nasihat atau pemberitahuan bagaikan Nabi Saw menjalankan pemberitahuan mana jalan yang benar sesuai syariat Allah Swt dan peringatan kepada akibat yang ditimbulkannya bila untuk mencermati bahwa memberikan nasihat tak serta-merta bergerak selaras dengan maslahat. Itu artinya suatu nasihat bisa saja justru mendampakkan pertentangan dengan “nilai-nilai hidup suatu masyarakat”.Misal, Anda melihat seseorang perempuan tak dikenal di sebuah mal berjalan dengan mengenakan celana pendek yang memamerkan pahanya sedemikian rupa hingga rawan betul memicu rangsangan syahwat kepada liyan. Anda tidak bisa tiba-tiba mencegatnya dan menasihatinya untuk menutup aurat dengan lebih baik lagi. Syiar Anda benar, tetapi cara Anda menjalankan nasihat itulah yang tidak benar. Kata orang Jawa, ora pener. Wajarlah jika Anda berisiko mendapat respons negatif darinya. Jangankan syiar Anda masuk kepadanya, bahkan Anda sendiri bisa saja terseret emosi lalu terjadilah pertengkaran. Jika ini yang terjadi, detik itu juga Anda telah melakukan perbuatan melampaui batas yang dikecam oleh al-Qur’ surat Ali Imran ayat 105 yang telah saya nukil di berhati-hatilah dan bersaksamalah selalu. Hal baik bisa saja meruahkan ketidakbaikan jika tidak dikaji dan dicerna matang-matang dulu secara akal sehat dan hati yang bening. Ia pun memerlukan spirit hikmah tadi arif dan jangan lagi berbuat ceroboh atas nama dakwah Islamiyah cum amar ma’ruf nahi munkar; jangan biarkan diri sendiri terseret dan terjungkal ke lubang permusuhan yang dibenci-Nya; jangan tegakkan kemaslahatan dengan cara tidak maslahat. Jangan mengsuir semur-semut di pohon rambutan yang berbuah ranum dan manis dengan cara membakarnya, karena hanya kerugianlah yang akan Ushul Fiqh mengatakan al-dhararu yuzal wa la yuzalu al-dhararu bi al-dharar, suatu kemadharatan harus dihilangkan akan tetapi kemadharatan itu tak boleh dihilangkan dengan cara yang madharat.Ketiga, dialog/debat dengan cara yang lebih baik. Sejumlah mufassir di antaranya At-Thabathaba’i dan Prof. Quraish Shihab menerjemahkan metode ketiga ini khusus untuk membantah atau membungkam serta kemudian meluruskan pendapat-pendapat yang melenceng tentang agama Allah Swt ini. Di dalam al-Qur’an sendiri, banyak ayat yang secara khusus memberikan bantahan dan bungkaman kepada orang-orang yang tidak beriman atau melencengkan ajaran agamanya hingga tersesat, sebagaimana banyak diderakan kepada kaum Yahudi yang tidak menjalankan hanifan musliman warisan Nabi Ibrahim yang dimaksud “ahsan” lebih baik ialah pada konten-konten dan argumen-argumen dialog/debat yang dibangun, agar menjadi teranglah kebenaran yang haq dari agama Allah Swt esensi maksud wa jadilhum billati hiya Quraish Shihab dengan terang mengatakan ketiga metode dakwah tersebut memiliki segmennya masig-masing. Jika hikmah ditujukan kepada kaum berpengetahuan baik atau cerdik-pandai, mau’idah hasanah ditujukan kepada segmen awam, dan dialog/debat yang lebih baik itu ditujukan kepada orang-orang beda iman yang melencengkan ajaran tauhid agama ini, saya pribadi hanya ingin memberikan penekanan bahwa dalam praktiknya yang niscaya memiliki konteks majemuk, asas-asas ketiga metode tersebut amat mungkin untuk dijalankan dengan tidak bersegmen-segmen begitu pokoknya, saya kira yang mesti selalu menjadi spirit hakikinya dalam semua konteks amar ma’ruf nahi munkar ialah hikmah itu. Jika disarikan bahwa hikmah adalah semburat cahaya cinta yang lahir dari kedalaman ilmu dan kejernihan hati kepada siapa pun sehingga semata sikap-sikap arif nan bijaksana yang dihamparkan, begitulah seyogianya dakwah agama ini dijalankan. Soal apakah sasaran yang sedang dihadapi golongan awam, atau cendekiawan, atau lintas iman, dan lain sebagainya, itu semua berada di ranah konteks khas masing-masing situasinya. Karenanya, telah saya nyatakan tadi bahwa memahami konteks-konteks khusus menjadi keniscayaan yang mutlak untuk dinalar, dipahami, dikaji, dan dirasa-rasakan sepenuh jernih khazanah fiqh, sekali lagi saya ulangi, pencuri tak mesti dihukum dengan potong tangan. Bisa saja ia diampuni dari ancaman hukuman tersebut, malah disantuni, jika ia mencuri karena memenuhi kebutuhan darurat kelangsungan hidupnya dan hikmah yang bersumber dari kerahmatan Islam peletakan hikmah di urutan pertama ayat tersebut saya kira bisa jadi mengandung pengertian supaya ia menjadi payung besar bagi langkah-langkah dakwah lainnya. Contoh pembandingnya ialah surat an-Nahl ayat 126 yang bertutur tentang bolehnya kita melakukan pembalasan baca menuntut hak atas kezaliman yang dilakukan orang lain. Tetapi lalu segera ditafdhilkan diberi pilihan lebih utama di ayat yang sama bahwa jika memilih bersabar atas kezaliman tersebut, itulah nilai yang lebih baik bagi orang-orang yang di ayat berikutnya, 127, difirmankan “Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan berkat pertolongan Allah Swt dan janganlah bersedih kepada mereka dan jangan merasa sempit dada atas tipu daya kezaliman mereka.”Tegasnya, mengedepankan bersabar dengan menyandarkan diri kepada pertolongan Allah Swt atas suatu kezaliman yang menimpa kita adalah sikap rohani teragug sang hamba-Nya. Maka jika sifat agung tersebut dijadikan pilihan terbaik, dapat diyakini bahwa memilihnya merupakan “lebih dikehendaki” oleh ayat bisa menyaksikan kenyataaan hal ini dalam hukum qishas. Keluarga boleh menuntut sang pembunuh untuk diqishas, tetapi jika keluarga memaafkan itu sungguh jauh lebih diuatamakan. Inilah yang dulu diterapkan oleh Khalifah Utsman bin Affan dan berhasil menyelamatkan nyawa Abdullah bin Umar bin Khattab yang membalas pembunuhan ayahandanya walaupun sebagian kecil sahabat tak menyetujuinya. Sayyidina Ali bin Abi Thalib termasuk orang yang sangat menyetujui dan turut memperjuangakn ishlah kiranya kepada asas hikmah yang terlihat terang sekali merupakan spirit terbesar dalam segala bentuk gerakan amar ma’ruf nahi munkar ingin tambahkan ayat berikut sebagai permenungan buat kita semua yang hendak menjalankan amar ma’ruf nahi Ali Imran 159 “Maka disebabkan rahmat dari Alah Swt lah kamu bisa bersikap lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan berembuklah dengan mereka dalam urusan itu.”Mari berendah hati selalu bahwa ikhtiar rasional kita mesti dibatasi pada semata menyampaikan ajaran agama ini demi makin tegaknya keimanan, ketakwaan, dan keihsanan. Tidak bergerak lebih jauh hingga rawan terseret melampaui batas. Berikutnya, setelah ikhtiar dakwah bernaungkan hikmah itu dijalankan, serahkanlah kepada Allah Swt dengan memperbanyak permohonan kepada-Nya agar hidayah dan taufik-Nya dicurahkan kepada diri, keluarga, dan semua ingat, jangankan kita, bahkan Rasulullah Saw tidak punya wewenang untuk mengaruniakan hidayah kepada orang lain yang dikasihinya sekalipun. Lihatlah kembali surat Al-Qashas ayat 56. Lalu mari ingat lagi, jangankan kita, bahkan Rasulullah Saw pun dilarang oleh Alah Swt untuk menjalankan syiarnya dengan paksaan dalam segala bentuknya tentu saja. Lihatlah kembali surat Yunus ayat Rasulullah Saw menjalankan semua syiar Islam dengan sepenuh-penuhnya kerahmatan, kasih sayang, pengampunan, pemaaafan, etika kemanusiaan, cum ihsan dan akhlak jadikan perenungan mendalam pada masing-masing kitaPertama, hidayah adalah mutlak hak prerogatif Allah tugas amar ma’ruf nahi munkar harus dijalankan oleh orang-orang yang berilmu dan arif bijaksana saja. Bukan sembarang orang, apalagi semua memahami konteks sasaran dakwah beserta seluruh tantangan dan problematika riilnya mesti dikaji semendalam mungkin dengan akal sehat dan hati yang hikmah cum cinta merupakan spirit agung yang mesti selalu dilambarkan kepada setiap gerakan amar ma’ruf nahi jangan sekali-kali melakukan ucapan dan tindakan yang melampaui batas, yakni bertikai, berpecah-belah, dan bermusuhan. Jauhkan diri dari segala risiko negatif yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur masyarakat yang pasti selaras dengan etika kemanusiaan siapa yang sampai terjatuh kepada praktik negatif demikian, baik ucapan ataupun tindakan, seketika ia terlontar dari hamparan subulus salam yang dikandung shiratal mustaqim; sebab niscaya itu hukanlah hikmah; niscaya itu hanyalah letupan hawa nafsu dan bajakan setan yang paling ahli mengelabui. Syariat Islam yang bertahtakan kemaslahatan tidak mengenal jalan ejawantahkannya kecuali kemaslahatan mari berbanyak doa dan permohonan kepada Allah Swt semoga makin hari semua kita diri dan orang lain yang kita dakwahi semakin dekat kepada jalan-Nya dan Dan begitu pulalah hadis tentang “mengubah kemungkaran” di atas seyogianya dipahami dan peta tersebut menjadi sangat urgen dan krusial; apalagi belakangan ini kita makin kerap saja menemukan ungkapan dan tindakan yang secara lahiriah bermahkotakan syiar Islam, amar ma’ruf nahi munkar, tetapi cara menjalankannya jauh benar dari cahaya kekarimahan dan maaf, kepada Anda yang sedang berada di lingkaran demikian, kiranya jalan terbaiknya ialah segera keluar meninggalkannya. Carilah lingkaran lain, guru lain, kajian lain, yang lebih selaras dengan keihsanan cum akhlak lagi, maaf. Nyuwun JUGA Kultum Ramadhan Lainnya di Sini . 299 406 17 193 275 465 370 428